Gumboro

Gumboro



Penyakit IBD (Infectious Bursal Disease) atau yang biasa dikenal dengan gumboro merupakan penyakit menular yang menyerang populasi ternak unggas muda disebabkan oleh virus genus Avibirnavirus, family Birnaviridae. Virus Gumboro berukuran 60 nanometer berbentuk icosahedral tanpa pembungkus sel (non-enveloped). Sel target utama serangan virus Gumboro adalah sel limfosit B yang dihasilkan oleh bursa Fabrisius, suatu organ limfoid yang terletak di atas kloaka/dubur unggas. Akibat kerusakan sel limfosit B, yang diketahui sebagai penghasil antibodi pada ternak, ayam menjadi rentan terhadap infeksi penyakit lain. Penyakit ini tergolong dalam virus yang tidak beramplop (tidak berselubung) yang tidak mudah dimatikan dan di perlukan desinfektan tertentu untuk dapat menghancurkan virus

Penyakit Gumboro memiliki dua bentuk/tipe, yaitu tipe ganas (virulent), yang dicirikan dengan virus mampu membunuh ternak ayam hingga 70%, dan tipe subklinis atau klasik (avirulent), yang ditandai dengan kegagalan pertumbuhan disertai peningkatan kepekaan ayam terhadap infeksi agen penyakit lain. Berdasarkan hal tersebut, maka virus Gumboro patut digolongkan sebagai salah satu penyebab penyakit unggas ganas di industri peternakan. Para ahli sepakat, pengendalian kasus gumboro, kuncinya ada di biosekuriti dan sanitasi lingkungan.
Gejala yang ditunjukkan oleh ayam yang terkena gumboro adalah panas dan gemetar, Anak ayam tampak lesu, mengantuk, bulu mengkerut, bulu sekitar dubur kotor, mencret keputih-putihan, dan duduk dengan sikap membungkuk. Suka mematuki duburnya sendiri, sehingga menimbulkan luka dan pendarahan. Anak ayam tersebut bisa tiba-tiba mati mendadak dalam beberapa jam kemudian, atau paling lama satu hari.

Tips yang dapat digunakan untuk disinfeksi kandang ayam yang pernah tercemar virus gumboro. Disarankan penggunaan formalin 10 % (1 bagian formalin 38 % dicampur ke dalam 9 bagian air) atau dengan 0,25% larutan soda api (2,5 gram soda api kedalam 1 liter air). Larutan disiramkan pada permukaan tanah yang baru, artinya tanah kandang apabila belum disemen. Kemudian sekitar 2 - 3 m tanah seputar/keliling kandang harus di-scrap (dikikis) sedalam 3 - 5 cm, karena tanah tersebut sudah tercemar virus gumboro. Setelah di-scrap, disiram dengan larutan formalin 10% dan/atau larutan soda api 2,5% baru ditaburkan kapur gamping di seluruh permukaannya. Selain itu alas kaki harus dilepas dan tidak boleh dibawa masuk ke dalam kandang, tanah hasil scrapping dibuang jauh dari kandang, ranting, sampah dan daun dibakar. Kesemuanya, dinilai cukup tuntas untuk kontrol virus gumboro pada kandang yang pernah terkena wabah gumboro. Virus gumboro banyak ditularkan ke anak ayam terutama melalui alas kaki (litter). Berdasarkan penelitian yang dilakukan virus gumboro bisa bertahan hidup di lingkungan tanah yang lembab lebih dari 3 tahun. Maka, situasi tanah di sekitar kandang broiler/layer berkorelasi positif pada tingkat kejadian gumboro. Litter yang lembab dan tercemar yang bercampur feces sangat mudah terkontaminasi virus.

Menurut Wayan wiryawan Technical Departement Manager Romindo Primavetcom di Majalah Poultry Indonesia tahun 2006, mengatakan kalaupun gumboro masih kerap muncul (10-11%) di lapangan bukan lantaran peternak yang tidak melakukan vaksinasi, tetapi karena kasus kebocoran vaksinasi. Maksudnya, jadwal dan pelaksanaan vaksinasi tetap dipenuhi, tetapi vaksin tidak berhasil memberi proteksi. Ini disebabkan berberapa hal, antara lain penanganan vaksin di perjalanan maupun dalam penyimpanan, teknik vaksinasi dan kondisi ayam. Ada Gumboro menyerang di awal pemeliharaan, tapi tidak setinggi serangan (kematian)diatas 3 minggu. Jadi Gumboro menyerang ayam pada umur 1-12 hari yang terkena penyakit ini tidak begitu nampak tanda-tandanya. Tapi anak ayam umur 3-6 minggu akan menunjukkan gejala yang khas.

Susu

Susu

Susu adalah cairan yang berasal dari ambing sapi yang sehat, dengan pemerahan sempurna dan benar, tanpa menambah atau mengurangi sesuatu komponen (Ditjen Peternakan, 1983).
Susu dipandang dari segi peternakan adalah sesuatu sekresi kelenjer susu dari sapi yang sedang laktasi atau ternak yang sedang laktasi, dan dilakukan pemerahan dengan sempurna, tidak termasuk kolostrum serta tidak ditambah atau dikurangi oleh suatu komponen. Susu dari segi kimia yaitu mengandung zat kimia organis ataupun anorganis berupa zat padat, air dan zat yang larut dalam air, zat tersebut adalah protein, karbohidrat, lemak mineral, vitamin dan enzim. Susu dari segi gizi berhubungan dengan kepentingan makanan yaitu zat makanan yang dibutuhkan oleh tubuh untuk pertumbuhan dan mempunyai imbangan yang sesuai dengan gizi. Berdasarkan lemak yang dikandungnya, susu didefinisikan sebagai emulsi dari globula lemak yang mengandung lemak susu, vitamin larut lemak dan membran dari globula. Dari sudut pandang protein kasein yang dikandungnya, susu didefinisikan sebagai suspensi koloid dari kasein (yang mengandung protein kasein, kalsium phospat, sitrat dan air), partikel lipoprotein dan protein globular.

Standar Susu
Persyaratan susu murni yang dapat beredar harus memenuhi standar dari Direktorat Jendral Peternakan tahun 1983 sebagai berikut:

Warna, bau, rasa, kekentalan: tidak berubah
Susu yang baik berwarna putih bersih sedikit kekuningan dan tidak tembus cahaya. Susu yang berwarna kemerahan tidak normal, kemungkinan berasal dari sapi yang sakit. Susu murni mempunyai rasa manis atau gurih tidak ada rasa asin. Susu yang baik berbau khas susu segar, sedikit berbau sapi, bebas dari bau asing. Konsistensi susu yang baik konsistensinya normal, tidak encer, tetapi juga tidak pekat dan tidak ada pemisahan bentuk apapun.

Berat Jenis (pada suhu 27,5) sekurang-kurang nya: 1,028
Berat jenis (BJ) adalah berat dibagi volume. Penentuan BJ dengan alat yang disebut laktodensimeter. Laktodensimeter ada dua macam yaitu Quevenne dan The New York Board of Health (NBH).
Perhitungan berat jenis adalah :
BJ= 1 + Skala/1000 + (27,5 – T) X 0,0002
T= suhu susu.

Kadar lemak sekurang-kurang nya: 2,8%
Metode yang digunakan dalam analisis kadar lemak adalah metode Babcock dasarnya adalah melarutkan bahan padat bukan lemak dan melepaskan lemak bebas, apabila ditambahkan asam sulfat ke dalam susu dan dicampur maka akan timbul reaksi panas yang dapat mencairkan lemak susu yang akan memisahkan bagian atas.

Cara Kerja :
metoda ini digunakan botol Babcock dengan skala 0 sampai 8 dengan ketelitian 0,1. Angka skala tersebut menunjukkan persentase kadar lemak pada waktu dianalisis, setiap skala mempunyai volume 0,2 ml. Cara kerjanya adalah: memasukkan sampel susu pasteurisasi sebanyak 10 ml kedalam Babcock, kemudian dipanaskan sehingga suhu mencapai 20 samapi 300 C, lalu ditambahakan H2SO4 dan dicampur dengan baik sehingga timbul gumpalan-gumpalan didalam susu setelah itu disentrifus selama 5 menit. Kemudian botol Babcock dimasukkan dalam air hangat atau dengan suhu 71,10 C dan suhu botol Babcock dijaga supaya tetap sekitar 20 sampai 300 C. Kemudian cara diatas diulangi dangan sentrifus 2 menit. Lalu dimasukkan kembali kedalam air hangat. Diulangi lagi sentrifus selama 1 menit dan dicelup kembali pada air hangat. Sebelum melakukan pembacaan skala celupkan terlebih dahulu pada air hangat, kemudian panaskan pada penangas air dengan suhu kurang lebih 57,2 sampai 600 C selama 3 menit

Kadar Bahan Kering Tanpa Lemak (BKTL) sekurang-kurangnya: 8,0%
Perhitungan BK :1,23 L + 2,71 (BJ-1 X 100 / BJ)
BKTL : BK – Lemak



Derajat Asam : 4,5 sampai 7 OSH
Derajat keasaman adalah angka yang menunjukkan jumlah milliliter larutan NaOH 0,25 N yang dibutuhkan untuk menetralkan 100 ml susu dengan 2 ml phenopthaline (pp) sebagai indikator.

Cara kerjanya
Sampel susu diambil sebanyak 10 ml dalam Erlenmeyer, kemudian ditambah 10 tetes larutan phenolptalin 1 % sebagai indikator. Titrasi dengan 0,1 N NaOH sampai susu berubah warna menjadi kemerah-kemerahan. Jumlah NaOH yang diperluan untuk berubah warna merupakan ukuran keasaman. Untuk menghitung kadar keasaman digunakan rumus :
Asam laktat = {V. NaOH x N x (NaOH) x 90/100 / V.sampel} x 100 %

Uji Alkohol 70% : Negatif
Uji alkohol adalah untuk menentukan kualitas susu segar layak untuk diproses (untuk susu mentah atau raw milk) atau layak untuk didistribusikan atau dipasarkan (untuk susu pasteurisasi).

Cara karja:
Mencampurkan susu dan alkohol 70% - 70% di dalam tabung rekasi dalam jumlah yang sama dengan perbandingan 1 : 1. Bila larutan yang didapatkan menggumpal maka alkhol test positif yang berarti susu mentah ditolak untuk diproses lebih lanjut atau susu pasteurisasi tidak layak dipasarkan

Uji didih : Negatif
Uji didih untuk menentukan susu masih dalam keadaan baik atau tidak.

Cara Kerja:
Memanaskan susu sebanyak 5 ml didalam tabung reaksi dalam penangas air yang mendidih selama 10 menit. Kemudian diamati konsistensinya, apakah ada penggumpalan. Apabila ada penggumpalan berarti uji didih positif, susu kurang baik. Susu yang baik didalam uji didih tidak terjadi penggumpalan, sehingga uji didih negatif. Penggumpalan dapat diamati secara jelas pada dinding tabung reaksi yaitu terdapatnya partikel-partikel kasar yang melekat pada dinding.
Titik beku :-0,520 sampai -0,560 OC
Penentuan titik beku dapat menentukan jumlah air yang dipergunakan untuk pengenceran. Apabila ada penambahan air maka titik beku akan naik. Titik beku ditentukan oleh molekul-molekul yang kecil dan ion-ion dalam larutan. Zat lain yang molekulnya besar seperti protein tidak berpengaruh terhadap penurunan titik beku.

Kadar Protein sekurang-kurangnya: 2,7%
Uji kadar protein adalah untuk mengetahui kadar protein susu segar. Penentuan kadar protein ini digunakan metode Kjeldahl.

Cara Kerjanya:
Sampel susu diambil sebanyak 10 ml kemudian dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl dengan ditambah CuSO4 dan K2SO4 sebagai katalisator dan ditambah lagi H2SO4 pekat, lalu dilakukan distruksi sehingga warna berubah menjadi hijau bening. Setelah dingin diambil 20 ml larutan tersebut dan ditambah phenopthaline dan NaOH 40 % sebanyak 20 ml untuk seterusnya didestilasi dengan penampung asam boraks 3 % sebanyak 20 ml dengan indikator campuran, destilasi dilakukan sampai warna penampung berubah menjadi hijau. Kemudian dititrasi dengan HCL 0,1 N, sehingga warna berubah menjadi ungu atau nila. Perhitungan protein dengan rumus:

Protein (%) = (100 x 6,38 x 1,4 x ml HCL x 100 %)/ 20 x berat sampel x 1000

Angka Reduktase : 2 sampai 5 jam
Methylene blue reduction test (MBRT) adalah Untuk menilai kualitas bakteriologis susu segar atau mentah. Pewarna Methylene blue akan menyebabkan warna biru pada susu. Warna biru akan semakin berkurang sebagai akibat pertumbuhan bakteri yang menyerap oksigen dari pewarna, sehingga warna biru akan menghilang dari susu. Semakin lama pudarnya warna biru menunjukkan semakin tinggi kualitas susu yang diperiksa
Cara Kerja:
1) Semua alat yang digunakan dicuci sampai bersih dan dikeringkan kemudian dibungkus dengan kertas payung dan disterilkan dengan autoclave pada suhu 121OC selama 15 menit.
2) Larutan methylene blue dibuat dengan cara melarutkn tablet methylene blue thyocyanate dalam 20 ml aquades sehingga terbentuk solusi berwarna kemudian menambahkan 1 ml larutan biru metilen tiosianat ke dalam tabung reaksi yang berisi 10 ml susu yang telah dikocok dan dihangatkan sampai 36oC.
3) Setelah mencapai masa inkubasi tabung di bolak-balikkan perlahan-lahan sebanyak 3 kali untuk menghomogenkan.
4) Setelah 30 menit sampel dilihat apabila tidak terjadi perubahan warna, tabung di simpan kembali didalam penangas dan dilihat kembali setelah 1 jam. Jika telah berubah kemudian dicatat MBRT (methylene blue reduction time) yaitu waktu dimana 4/5 bagaian contoh susu di dalam tabung telah berubah warnanya menjadi putih.

Klasifikasi dalam uji MBRT : 1) Mutu susu sangat baik apabila lama reduksi lebih dari 8 jam dengan perkiraan jumlah bakteri kurang dari 500 ribu/ml, 2) mutu susu baik apabila lama reduksi 6 sampai 8 jam dengan perkiraan jumlah bakteri 1 sampai 4 juta/ml, 3) mutu susu cukup baik apabila lama reduksi 2 sampai 6 jam dengan perkiraan jumlah bakteri 4 sampai 20 juta/ml dan 4) susu bermutu rendah apabila lama reduksi kurang dari 2 jam dengan perkiraan jumlah bakteri lebih dari 20 juta/ml

Jumlah Kuman yang dapat dibiakkan tiap ml setinggi-tingginya : 3 Juta
SPC adalah Untuk menetapkan jumlah bakteri dalam susu. Pada prinspnya ada cara menghitung jumlah bakteri dalam susu yaitu cara perhitungan langsung dengan menggunakan mikroskop dan perhitungan tidak langsung.dengan menumbuhkan bakteri dalam suatu media pertumbuhan (umumnya “standard tryptone –glucose-extract milk agar “, kemudian menghitung jumlah koloni yang tumbuh,Hasil perhitungan langsung selalu lebih besar daripada perhitungan tidak langsung, karena pada perhitungan langsung yang dihitung adalah semua bakteri baik yang hidup maupun yang sudah mati, sedang perhitungan tidak langsung hanya bakteri yang hidup saja.

Cara Kerja
Cara kerjanya adalah: 1) Bahan yang digunakan disterilkan. 2) Memberikan tanda botol yang berisi aquades 9 ml 1 sampai dengan 7 botol dan cawan petri dengan nilai pengencerannya. 3) Cuplikan susu yang berada dalam botol dikocok-kocok agar distribusi bakteri yang ada didalamnya merata. 4) Dari cuplikan susu diambil 1 ml dengan pipet steril dan dimasukkan ke dalam botol 1 yang telah berisi 9 ml aquades. Campuran tersebut akan diperoleh pengenceran 10-1 (Pengenceran I). 5) Pengenceran I dikocok sehingga bakteri tersebar dan terlepas dari kelompok atau rantainya. Diambil 1 ml dari pengenceran I dan dimasukkan kedalam botol 2 yang telah berisi 9 ml aquades steril, maka akan diperoleh pengenceran 10-2 (Pengenceran II) kemudian kocok. Dari botol 2 diambil 1 ml dan dimasukkan ke dalam botol 3 yang berisi 9 ml aquades kemudian dikocok 10-3 (Pengenceran III). Dengan cara yang sama dilakukan sampai pengenceran 10-7 (Pengenceran VII) dilakukan secara aseptis. 6) Hasil pengenceran V, VI, VII dituangkan sebanyak 1 ml kedalam masing-masing cawan petri yang telah dituangkan agar nutrient bersuhu 50oC. 7) kemudian putar-putar cawan tersebut dengan gerakan searah jarum jam sehingga suspensi tercampur dengan baik. 8) Setelah tercampur dan membeku dibungkus dengan kertas payung dan diberi tanda sesuai dengan pengencernya dalam keadaan terbalik dimasukkan ke dalam lemari pengeram pada suhu 37oC selam 24-48 jam.

Penghitungan jumlah Bakteri. Menghitung jumlah koloni pada lempengan agar yang mempunyai 30-300 koloni bila tidak ada lempengan yang mempunyai kisaran jumlah koloni tersebut maka menggunakan lempengan agar yang mempunyai koloni 300. Cara menghitung koloni adalah sebagai berikut : 1) Cawan yang dipilih dan dihitung adalah yang mengandung jumlah koloni antara 30 sampai 300. 2) Beberapa koloni yang bergabung menjadi satu merupakan suatu kumpulan koloni yang besar dimana jumlah koloninya diragukan , dapat dihitung sebagai satu koloni. 3) Suatu deretan (rantai) koloni yang terlihat sebagai suatu garis tebal dihitung sebagai satu koloni (Fardiaz, 1989).
Data yang dilaporkan sebagai Standart Plate Count (SPC) harus mengikuti peraturan-peraturan sebagai berikut : 1) Hasil yang dilaporkan hanya terdiri dari dua angka, yaitu angka pertama dan kedua. Jika angka yang ketiga sama dengan atau lebih besar dari 5, harus dibulatkan satu angka lebih tinggi pada angka kedua. 2) Jika semua pengenceran yang dibuat untuk pemupukan menghasilkan kurang dari 30 koloni pada cawan patri hanya jumlah koloni pada pengenceran yang terendah yang dihitung. Hasilnya dilaporkan sebagai kurang dari 30 dikalikan dengan besarnya pengenceran, tetapi jumlah sebenarnya harus dicantumkan dalam tanda kurung. 3) Jika semua pengenceran yang dibuat untuk pemupukan menghasilkan lebih dari 300 koloni pada cawan Petri hanya jumlah koloni pada pengenceran yang tertinggi yang dihitung. 4) Jika cawan dari dua tingkat pengenceran menghasilkan koloni dengan jumlah antara 30 dan 300 dan perbandingan antara hasil tertinggi dan terendah dari kedua pengenceran tersebut lebih kecil atau sama dengan 2, tentukan rata-rata dari kedua nilai tersebut dengan memperhitungkan pengencerannya. Jika perbandingan antara hasil tertinggi dan terendah lebih besar dari 2, yang dilaporkan hanya hasil yang terkecil. 5) Jika digunakan dua cawan Petri (duplo) per pengenceran data yang diambil harus dari kedua cawan tersebut, tidak boleh diambil salah satu


SUMBER:


Apriyanto, M. 1984. Kimia dan Teknologi Pengolahan Air Susu. Andi Offset, Yogyakarta.

Davide,C., 1977. Laboratory Guide in Dairy Chemistry Practicals. 2an.ed. Dairy Forming and Reseach. University of The Philippines. Los Banos.

Ditjen Peternakan. 1983. Syarat-syarat, Tata Cara Pengawasan dan Pemeriksaan Kualitas Susu Produksi Dalam Negeri. SK Dirjen Peternakan No. Kpts/DJP/Deptan/83 tertanggal 19 Januari 1983.

Fardiaz, S. 1989. Penuntun Praktek Mikrobiologi Pangan. Penerbit Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Soeparno, Indratiningsih, Suharjono Triatmojo, Rihastuti. 2001. Dasar Teknologi Hasil Ternak. Jurusan Teknologi Hasil Ternak. Fakultas Peternakan. Univ Gajah Mada. Yogyakarta.

Sudarmadji, S., Haryono, B., dan Suhardi. 1984. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Angkasa. Bandung.

PENANGANAN ANAK AYAM SESUDAH MENETAS

PENANGANAN ANAK AYAM SESUDAH MENETAS


Sesudah anak ayam dikeluarkan dari mesin tetas, sebaiknya tidak langsung diberi makan atau minum, apabila akan dikirim ketempat lain yang jauh. Anak ayam umumnya akan tahan tidak diberi makan atau minum selama dua hari karena ia masih mempunyai cadangan makanan dalam tubuhnya yang berasal dari kuning telur. Pada perusahaan pembibitan ternak unggas, untuk jenis ayam petelur biasanya antara jantan dan betinanya segera dipisahkan berdasarkan tandatanda khusus yang dimilikinya. Pemisahan jenis kelamin ini disebut dengan istilah sexing. Beberapa metoda untuk membedakan antara jantan dan betina dapat dilakukan dengan :

  1. Dengan melihat kloakanya pada umur satu hari sampai dengan 24 jam. Pada betina ada dua titik yang menyembul sedangkan pada yang jantan hanya ada satu titik yang menyembul. Dalam pemeriksaan ini perlu dilengkapi dengan lampu 200 watt disertai latihan yang intensif.
  2. Namun demikian pada akhir-akhir ini, dengan adanya kemajuan pengetahuan di bidang ilmu genetika maka untuk membedakan antara jantan dan betina pada jenis ayam tertentu sudah bisa dibedakan berdasarkan warna bulunya. Dengan demikian untuk untuk membedakan jantan dan betina dapat dilakukan dengan mudah. Untuk anak ayam jenis pedaging (broiler) pemisahan jenis kelamin ini jarang dilakukan karena para peternak umumnya memelihara ayam pedaging antara jantan dan betinanya disatukan. Begitu pula pada pemeliharaan anak ayam buras biasanya tidak dipisahkan. Setelah anak ayam dipisahkan antara jantan dan betina (untuk anak ayam jenis petelur) apabila akan dikirim ke peternak (pemesan) maka anak ayam tersebut perlu diseleksi dulu karena tidak semua anak ayam yang telah menetas baik untuk dipelihara. Anak-anak ayam tersebut harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
  • Anak ayam harus sehat, sebab bila dalam kondisi yang tidak sehat maka akan menularkan penyakit dan akan merugikan pemesan.
  • Tidak cacat, karena anak ayam yang cacat biasanya pertumbuhannya lambat, angka kematian tinggi serta perawatannya agak sulit.
  • Warna bulunya seragam, bila warna bulu anak ayam tidak seragam artinya bibit induk penghasil anak ayam tersebut sudah tidak murni lagi. Ada kemungkinan pertumbuhannya juga akan bervariasi / kurang baik.
  • Berat badan anak ayam yang dihasilkan biasanya berkisar antara 32,5-42,5 gram/ekor (untuk ayam ras) sudah dianggap baik.
  • Berasal dari induk yang sehat, karena kalau induk tidak sehat akan menular pada anak ayam melalui telur (misalnya penyakit Pullorum) yang pada gilirannya akan menyebar ke tempat lain dengan angka kematian yang tinggi.
  • Menetas tepat waktu (21 hari), apabila anak ayam menetas diatas 21 hari sebaiknya tidak dimasukkan dalam kemasan.
  • Pusar kering dan bulu lengkap menutup tubuh.

Pada perusahaan pembibit, setelah dilakukan seleksi dan anak ayam tersebut akan dikirim ke tempat pemesan biasanya dikemas dalam kemasan karton atau plastik. Di kita kemasan ini masih dibuat dari karton dengan ukuran panjang bagian bawah 64 cm dan bagian atas 60 cm, lebar bagian bawah 48 cm dan bagian atas 44 cm, sedangkan tinggi kemasan 15 cm. Kotak kemasan ini didalamnya dibagi menjadi empat bagian dengan disekat, tiap bagian ini diisi dengan anak ayam antara 25– 26 ekor. Jumlah anak ayam dalam kemasan sebanyak 102 ekor dan kotak kemasan ini mempunyai ventilasi yang cukup karena pada bagian atas, bagian samping, bagian depan dan belakang kotak kemasan diberi lubang-lubang yang cukup banyak.

Kotak kemasan karton, biasanya hanya dipakai untuk satu kali pengiriman. Untuk seleksi anak ayam dan pengemasan ini biasanya dilaksanakan di ruang pemyimpanan (holding room) anak ayam sebelum pengiriman kepada para pelanggan (peternak). Dalam kotak kemasan ini sebaiknya anak ayam minimal dibiarkan selama 4 – 5 jam dikirim dan kotak kemasan harus diberi label yang memuat keterangan tentang :

  1. Tanggal dan jam anak ayam menetas.
  2. Galur (Strain) dari ayam tersebut.
  3. Jumlah isi kemasan.
  4. Nama dan alamat perusahaan.
  5. Nama pemesan/ penerima dan alamatnya.
  6. Vaksinasi yang telah dilakukan.
  7. Cap perusahaan pengirim.
Pada perusahaan pembibit, ruang penyimpanan anak ayam ini sebaiknya mempunyai temperatur sekitar 240C untuk menghindari pengaruh udara dingin dari luar dengan kelembaban 75% agar tidak terjadi dehydrasi (penguapan air yang terlalu banyak yang meyebabkan kekeringan tubuh). Anak ayam ini harus segera dikirim ke peternak dan setinggi-tingginya telah berumur 60 jam dari sejak menetas harus sudah dapat diterima oleh pemesan. Selama dalam penyimpanan kotak kemasan boleh ditumpuk tetapi dianjurkan tidak lebih dari 15 tingkat. Setelah anak ayam dalam ruang penyimpanan biasanya anak ayam dikirim ke pelanggan dengan menggunakan truk. Truk pengirim harus bersih dan telah disucihamakan. Penumpukan kotak kemasan dalam truk pengirim sebaiknya tidak lebih dari 15 dan dalam satu truk tidak dibenarkan ada anak ayam yang berasal dari perusahaan yang berbeda. Temperatur kotak kemasan selama dalam transportasi sebaiknya sekitar 30 0C. Apabila anak ayam di kirim ke distributor (Poultry Shop) maka tempat penyimpanan sebelum sampai dipeternak harus memenuhi syarat sebagai
berikut :

  • Anak ayam tidak disimpan lebih dari satu hari, tetapi harus segera dikirim ke peternak.
  • Kenyamanan anak ayam harus terjamin dan tetap sehat.
  • Label harus dalam keadaan utuh dan mudah dapat dibaca dengan jelas.
  • Bila langsung dikirim ke peternak, kotak kemasan yang berisi anak ayam (DOC) harus dalam keadaan utuh, tiba di peternak harus pada pagi hari. Sebaliknya peternak yang membeli dari perusahaan harus mengecek tentang :
a. Jumlah anak ayam yang dikirim.
b. Nama / jenis / galur ayam tersebut.
c. Waktu kedatangan anak ayam (jam, tanggal, hari, bulan).
d. Kondisi anak ayam.


Apabila terjadi keganjilan-keganjilan diluar keadaan yang normal maka peternak bisa mengajukan keluhan ke perusahaan pengirim untuk mendapatkan penggantian. Sehubungan dengan hal ini, agar ayam yang terjual dari perusahaan pembibitan ini dalam keadaan sehat diantaranya perlu diperhatikan :
  1. Setiap telur yang baru diambil dari kandang harus difumigasi sebelum memasuki rumah penetasan.
  2. Baki telur dari kandang, baki telur dari mesin pengeram tempat menetas anak ayam serta kereta mesin pengeram yang sudah dipergunakan harus bersih dan dihapushamakan sebelum dipergunakan kembali.Setiap orang yang akan memasuki ruang penetasan harus disemprot dengan bahan desinfektan dan mengganti pakaiannya dengan pakaian yang bersih sebelum memasuki rumah penetasan.
  3. Setiap perusahaan pembibitan, induk harus bebas penyakit pullorum dan induk mempunyai kekebalan terhadap penyakit ND.
  4. Ketentuan-ketentuan lain yang dikeluarkan oleh pemerintah yang harus di taati oleh perusahaan pembibit.
  5. Bagi para peternak yang menetaskan telur untuk keperluan sendiri, dalam jumlah kecil dengan mesin tetas yang sederhana, anak ayam yang menetas sebaiknya langsung ditempatkan ke dalam kandang pemeliharaan yang telah disiapkan sebelumnya. Mesin tetas dan perlengkapannya dicuci bersih dan di fumigasi apabila akan dipergunakan kembali.

MADHOROT DAGING BABI

BETAPA BESARNYA MADHOROT DAGING BABI


Babi adalah binatang yang paling jorok dan kotor
  • Suka memakan bangkai dan kotorannya sendiri.
  • Kotoran manusia pun dimakannya.
  • Sangat suka berada pada tempat yang kotor, tidak suka berada di tempat yang bersih dan kering.
Babi banyak punya tabiat yang tidak baik
  • Pemalas dan tidak suka bekerja (mencari pakan).
  • Tidak tahan terhadap sinar matahari.
  • Tidak gesit, tapi makannya rakus (lebih suka makan dan tidur), bahkan paling rakus di antara hewan jinak lainnya.
  • Jika tambah umur, jadi makin malas & lemah (tidak berhasrat menerkam dan membela diri).
  • Suka dengan sejenis dan tidak pencemburu.
A.V. Nalbandov dan N.V. Nalbandov (Buku : Adaptive physiology on mammals and birds) :
  • Konsumen daging babi sering mengeluhkan bau pesing pada daging babi.
  • Nah, ternyata menurut penelitian ilmiah, hal tsb. disebabkan karena praeputium babi sering bocor, sehingga urine babi tsb. merembes ke daging.
Lemak punggung babi tebal
  • Babi memiliki back fat (lemak punggung) yang lumayan tebal.
  • Konsumen babi sering memilih daging babi yg lemak punggungnya tipis, karena semakin tipis lemak punggungnya, dianggap semakin baik kualitasnya.
  • Sifat lemak punggung babi adalah mudah mengalami oxidative rancidity, shg. secara struktur kimia sudah tidak layak dikonsumsi
Fakta-fakta yang membuat seseorang harus segera menjauhi babi :
  • Babi adalah hewan yang kerakusannya dalam makan tidak tertandingi hewan lain. Ia makan semua makanan di depannya.
  • Jika perutnya telah penuh atau makanannya telah habis, ia akan memuntahkan isi perutnya dan memakannya lagi, untuk memuaskan kerakusannya. Ia tidak akan berhenti makan, bahkan memakan muntahannya.
  • Ia memakan semua yang bisa dimakan di hadapannya. Memakan kotoran apa pun di depannya, entah kotoran manusia, hewan atau tumbuhan, bahkan memakan kotorannya sendiri, hingga tidak ada lagi yang bisa dimakan di hadapannya.
  • Kadang ia mengencingi kotoranya dan memakannya jika berada di hadapannya, kemudian memakannya kembali.
  • Ia memakan sampah, busuk-busukan, & kotoran hewan.
  • Babi adalah hewan mamalia satu-satunya yang memakan tanah, memakannya dalam jumlah besar & dalam waktu lama, jika dibiarkan.
Babi banyak mengandung parasit, bakteri, bahkan virus yang berbahaya, sehingga dikatakan sebagai Reservoir Penyakit, seperti : Virus Encephalitis, Virus Ebola, Virus H5N1, cacing pita, dll.
  • Virus Encephalitis menyerang otak kecil
  • Di Malaysia, virus ini pernah menghebohkan karena membunuh 90 orang hanya dalam waktu 60 hari.
  • Sekarang pemerintah Malaysia melokalisasi babi.

Daging babi adalah tempat persinggahan bagi beberapa jenis cacing yang berbahaya
  • Cacing pita (Taenia solium),
  • Cacing spiral (Trichinella spinalis),
  • Cacing tambang (Ancylostoma duodenale),
  • Cacing paru-paru (Paragonimus),
  • Fasciolepsis busci, Schistosoma japonicum,
  • Chlonorchis sinensis,
  • Erypsipelothrix sp., dll.

CACING PITA (Taenia solium)

  • Larva & cyste cacing pita babi dapat bermigrasi ke tubuh manusia melalui usus & peredaran darah.
  • Apabila manusia memakan daging babi yg tidak dimasak dgn baik, maka larva-larva cacing akan masuk, menempel pada dinding, dan berkembang biak di usus manusia. Cacing-cacing tsb. akan menyedot sari-sari makanan. Akibatnya : anemia (kurang darah), gangguan pencernaan, diare, histeria, mudah kaget, dll.
Beberapa macam bakteri yang ada pada daging babi :
  • Bakteri Tuberculosis (TBC)
  • Virus cacar (Small pox)
  • Virus kudis (Scabies)
  • Kumparan kuman-kuman (Ruciformas N.)
  • Kolera (Salmonella choleraesuis)
  • Balantidium coli
  • Mikrob. Brucellosis & Mikrob. Toxoplasma gondii

Dr. Muhammad Abdul Khair (Buku : Ijtihâdât fi at Tafsîr al Qur'an al Karîm) hal. 112 : "Daging babi mengandung benih-benih cacing pita dan cacing Trachenea lolipia. Cacing-cacing ini akan berpindah kepada manusia yang mengkonsumsi daging babi tersebut”.

Penyakit lain yang ditularkan :
  • Kolera babi, yaitu penyakit berbahaya yang disebabkan oleh virus.
  • Keguguran nanah, yang disebabkan oleh bakteri prosillia babi.
  • Kulit kemerahan, yang ganas dan menahun. Yang pertama bisa menyebabkan kematian dalam beberapa kasus, dan yang kedua menyebabkan gangguan persendian.
  • Penyakit pengelupasan kulit.
  • Benalu Askaris, yang berbahaya bagi manusia.

Dr. Murad Hoffman, seorang Muslim Jerman penulis buku "Pergolakan Pemikiran: Catatan Harian Muslim Jerman“ (p. 130-131):Memakan daging babi yang terjangkiti cacing babi tidak hanya berbahaya, tetapi juga :
  • Dapat menyebabkan meningkatnya kandungan kolestrol dan memperlambat proses penguraian protein dalam tubuh, yang mengakibatkan kemungkinan terserang : kanker usus, iritasi kulit, eksim, dan rematik.
  • Bukankah sudah kita ketahui, virus-virus influenza yang berbahaya hidup dan berkembang pada musim panas karena medium babi
Prof. Dr. Abdul Basith Muhammad Sayyid, penulis buku “Rahasia Kesehatan Nabi“ menuliskan (p. 186-199):

Persentase kandungan lemak beberapa jenis daging
Jenis daging Persentase kandungan lemak

Gemuk Sedang Kurus
Daging babi 91 60 29
Daging sapi 35 20 6
Daging domba 56 29 14

  • Daging babi adalah daging yang sangat sulit dicerna karena banyak mengandung lemak.
  • Meskipun empuk dan terlihat begitu enak dan lezat, namun daging babi sulit dicerna. Ibaratnya racun, seperti halnya kholesterol!
  • Selain itu, daging babi menyebabkan banyak penyakit : pengerasan pada urat nadi, naiknya tekanan darah, nyeri dada yang mencekam (angina pectoris) , dan radang pada sendi-sendi.

Insiminasi Buatan

Insiminasi Buatan


Sejak dikenalkan pertama kali pada tahun 1976, IB yang sering juga disebut kawin suntik juga telah menghasilkan ternak unggul hasil persilangan dengan ternak lokal maka terjadi perubahan pola pemeliharaan ternak sapi dari jenis lokal ke crossing (silang). Kini IB makin diterima peternak, sehingga dalam mengawinkan sapinya mulai ada ketergantungan terhadap teknologi tersebut.

Namun celakanya, masih sering ditemui kegagalan dalam penerapan IB. Hal itu ditandai dengan adanya gagal bunting. Berdasarkan survei yang dilakukan Badan Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP), 70% penyebab kegagalan sapi bunting akibat deteksi birahi yang dilakukan peternak tidak tepat. Umumnya akibat pengetahuan peternak masih kurang. Sedangkan faktor kegagalan lainnya antara lain dari usia sapi awal kawin (sapi dara), kecukupan gizi sapi betina, kemampuan petugas IB atau inseminator dan kualitas bibit jantan.

Melihat kasus tersebut, pengamatan atau deteksi birahi perlu dikuasai peternak agar IB berhasil. Birahi pada sapi dapat ditandai dengan ciri-ciri antara lain sapi gelisah, warna kemerahan dan terjadi penebalan pada vagina, nafsu makan turun bahkan hilang sama sekali. Serta timbul perilaku menaiki sapi lain dan keluarnya lendir dari alat kelamin (vulva).

Dari tanda-tanda birahi tersebut, pedoman yang paling tepat bagi peternak untuk melaporkan kepada petugas IB bila sapi sudah mengeluarkan lendir yang cukup banyak dari alat kelaminnya. Banyak terjadi kasus, tanpa memperhatikan leleran cairan dari vulva, tapi peternak sudah memanggil inseminator. Bahkan ada yang melapor karena sapinya sudah ‘teriak-teriak’. Padahal tidak semua sapi betina memperlihatkan tanda itu, banyak juga yang diam saja (silent haid).

Dalam teknologi IB, yang paling valid dipakai sebagai dasar laporan ke inseminator adalah keluarnya cairan kental, setelah tanda-tanda lainnya semacam vulva menebal, dan tampak kemerahan. Sedangkan tanda-tanda lainnya hanya sebagai awal birahi. Keluarnya cairan kental dari vulva sering disebut peternak sebagai pela-pelu (standing haid).

Stadium standing haid dipakai inseminator sebagai pedoman untuk menandai dan menghitung kapan sel telur turun dari indung telur. Fase ini menjadi dasar hitungan turunnya telur, atau terjadi sekira 10 jam kemudian dari stadium ini. Maka, inseminator selalu bertanya kepada pemilik sapi, kapan pela-pelu keluar.

Usai memperoleh inseminasi, peternak masih harus tetap melakukan pengamatan pada sapi betina. Siapa tahu pela-pelu yang umumnya hanya keluar selama satu hari, tapi karena kesuburannya bisa lebih dari satu hari. Dalam kasus ini, peternak harus melapor kembali ke inseminator agar melakukan IB ulang. Pedoman yang dipakai untuk mengawinkan sapi ada pada pela-pelu yang terlihat pada hari terakhir. Jika masih terlihat pela-pelu di hari kedua, sebaiknya dilakukan IB ulang. Tanpa mengulang IB, kemungkinan bunting kecil sekali. Hal ini perlu dipaparkan agar tidak ada lagi anggapan setelah disuntik pasti bunting, sehingga mengabaikan pengamatan kemungkinan masih adanya tanda birahi hari berikutnya.

Salah satu keuntungan IB, khususnya pada sapi, dapat mencegah penularan penyakit kelamin. Misalnya brucellosis yang dapat menyebabkan sapi betina mandul dan bersifat zoonosis. Penyakit semacam itu dapat dihindari karena sperma yang disuntikkan dengan insemining gun (pistol inseminasi) benar-benar berasal dari pejantan unggul.

Selain itu, IB juga mengatasi kelemahan kawin alamiah. IB dapat dilakukan kapan pun, asalkan kondisi sapi betina sedang subur. Teknologi ini juga sangat efisien dan hemat transportasi, karena tidak perlu membawa pejantan ke suatu tempat. Jadi cukup membawa spermanya yang disimpan di dalam straw ke peternakan.

Standar sperma sapi yang layak digunakan untuk keperluan IB sebelum disimpan di dalam straw, harus memiliki konsentrasi 700 juta spermatozoa. Jika konsentrasi berada di bawah angka tersebut biasanya dibuang, karena diyakini secara ilmiah tidak dapat membuahi.
Setelah sperma sapi dimasukkan ke dalam straw, konsentrasinya menjadi 25 juta spermatozoa (1 straw berisi 0,25 ml). Selanjutnya sperma dalam straw dibekukan di tabung N2 cair ber suhu minus 196 OCelsius. Selama berada di dalamnya, sperma tersebut akan awet selama bertahun-tahun, hingga 10 tahun.

REPEAT BREEDER PADA SAPI

REPEAT BREEDER PADA SAPI


Reproduksi atau perkembangbiakan merupakan bagian dari ilmu faal (fisiologi). Reproduksi secara fisiologis tidak vital bagi kehidupan individual dan meskipun siklus reproduksi suatu hewan berhenti, hewan tersebut masih dapat bertahan hidup, sebagai contoh hewan yang diambil organ reproduksinya (testes atau ovarium) hewan tersebut tidak mati. Repeat breeder adalah proses pengulangan perkawinan yang dilakukan berulang-ulang 3 sampai 4 kali perkawinan. Meskipun dapat dipahami dengan jelas tentang waktu optimum bagi inseminasi yang berhubungan dengan ovulasi dan tentang jumlah spermatozoa yang berdaya hidup yang perlu ditumpahkan dalam bagian tertentu dari saluran betina, tidak ada jaminan bahwa kebuntingan akan selalu terjadi setelah dilakukan perkawinan ataupun inseminasi pada waktu yang tepat. Dalam sistem produksi ternak dengan betina bebas berkumpul bersama jantan dewasa dan dengan imbangan jantan dan betina yang tepat guna, kegagalan konsepsi sering dapat diatasi dengan perkawinan kembali pada periode birahi berikutnya.

Kegagalan pengulangan perkawinan ini dapat disebabkan oleh masalah penyimpangan anatomi dari saluran kelamin betina, termasuk yang berkaitan dengan freemartinisme. Fase luteal yang singkat (sekresi progesteron yang tidak memadai) atau sebaliknya korpus luteum yang tetap utuh. Perkembangan ovarium berkista yang mengandung kista folikel atau luteum. Birahi yang tidak disertai ovulasi atau birahi diam (yaitu ovulasi tanpa tanda birahi) serta pengaruh merusak dari estrogen tanaman, kontaminasi ergot dan yang lainnya. (Biggers dan McFeely,1966; Breeuwsma, 1970).

Menurut (Edy Purwanto, 2006) Adanya kasus kawin berulang ( Repeat breeder) disebabkan oleh faktor kesalahan pengelolaan reproduksi karena kurang telitinya peternak dalam mendeteksi birahi, keterlambatan pelaporan mengenai adanya gejala birahi dan faktor kematian embrio dini yang disebabkan oleh sanitasi kandang yang kurang bersih sehingga menimbulkan penyakit pada ternak. Serta menurut penelitian yang telah dilakukan kasus Repeat breeder juga bisa terjadi karena peternak tidak melakukan pencatatan (recording) dimana pencatan ini sangat penting memberi informasi data untuk penilaian hasil inseminasi dan efisiensi reproduksi, memperkirakan waktu kelahiran anak yang berhubungan dengan kegiatan pemasaran dan memberi informasi tentang identitas induk dan ayah dari anak yang lahir serta dapat memperkirakan kapan waktu sapi akan dikawinkan.

Selain itu juga pada kasus Repeat breeder juga berpengaruh pada program inseminasi buatan (IB) untuk mempertahankan tingkatan fertilitas yang tinggi adalah dasar dan tujuan setiap program peternakan, kapan dan dimanapun. Makin banyak hewan betina yang kawin berulang (repeat breeders) akan sangat merugikan baik bagi pelaksana inseminasi buatan maupun dan terutama bagi peternak. Walaupun keunggulan genetik pejantan yang ditonjolkan dalam suatu program inseminasi buatan, namun kesediaan peternak menerima pelayanan inseminasi terutama didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan ekonomi. Harapan didasarkan dimasa depan dengan peninggian mutu ternak dalam konsiderasi akseptasi pelayanan inseminasi buatan dapat dikecilkan artinya oleh kemungkinan penurunan produksi dalam waktu singkat karena kegagalan reproduksi. Konsepsi yang tertunda dapat menyebabkan kerugian finansial bagi peternak yang mengalami hasil-hasil konsepsi yang rendah dengan pelaksanaan inseminasi buatan pada ternaknya akan cenderung untuk kembali menggunakan perkawinan alam Salah satu pembatasan penentuan efisiensi reproduksi dengan cepat ialah tidak adanya suatu cara penentuan kebuntingan secara mudah dan objektif segera sesudah konsepsi. Setiap ternak sapi, misalnya, memerlukan pemeriksaan yang teliti dan memakan waktu oleh seorang Dokter Hewan untuk menentukan kebuntingan secara rektal. Kemungkinan diagnosa yang tepat hanya dapat terjadi sesudah melewati beberapa minggu dari saat inseminasi dan kemungkinan tersebut meninggi danegan bertambahnya waktu. Suatu diagnosa palpasi rektal yang positif mungkin hanya berlaku pada saat itu karena banyak faktor, terutama penyakit-penyakit yang menyebabkan abortus, dapat menginterupsi jalannya kebuntingan yang normal. Jadi, ukuran terakhir yang pasti mengenai keberhasilan inseminasi hanyalah kelahiran anak yang sehat. Akan tetapi, untuk menunggu sampai terjadinya kelahiran akan terlampau lambat dalam penentuan kebijaksanaan selanjutnya dalam pelaksanaan program inseminasi, apalagi bila tidak terjadi kebuntingan. Untuk memperoleh informasi secepat mungkin, perlu digunakan teknik-teknik penentuan fertilitas yang walaupun kurang sempurna, tetapi telah terbukti dapat memberi gambaran umum untuk penilaian pelaksanaan inseminasi buatan sebagai dasar penentuan kebijaksanaan selanjutnya.

Non-return rate (NR). Salah satu ukuran yang sering dipakai ialah yang disebut non-return rate atau presentase hewan yang tidak kembali minta kawin atau bila tidak ada perminataan inseminasi lebih lanjut dalam waktu 28 sampai 35 atau 60 sampai 90 hari. Nilai-nilai ini disebut nilai NR pada 28 sampai 35 hari atau nilai NR pada 60 sampai 90 hari; nilai NR tersebut terakhir umumnya lebih tepat. Jadi nilai NR pada 60 sampai 90 hari adalah perbandingan jumlah sapi - sapi di inseminasi dengan jumlah sapi - sapi tersebut yang kemudian kembali minta diinseminasi (repeat breeder)

Penialaian NR berpegang pada asumsi bahwa sapi-sapi yang tidak kembali minta kawin (non-return) adalah bunting. Asumsi atau anggapan tersebut tidak selalu benar. Selain bunting, sapi-sapi betina yang tidak dilaporkan minta kaawain lagi kemungkinan telah mati, dijual, hilang, atau mengalami birahi tenang (silent heat), memiliki corpus luteum persistens yaitu badan kuning pada kandung telur yang seharusnya menghilang tetapi terus menetap secara abnormal, atau karena gangguan-gangguan lain. Kelalaian atau kemalasan peternak atau penunggu ternak untuk melaporkan adanya birahi pada sapi-sapi betina menyebabkan tingginya nilai NR tanpa keberhasilan inseminasi. Sebaliknya, sapi betina yang kembali minta di inseminasi (repeat breeder) belum tentu tidak bunting, karena kira-kira 3,5% sapi-sapi bunting, terutama yang bunting muda, masih memperlihatkan tanda-tanda birahi. Kemungkinan lain ialah sapi tersebut tadinya bunting tetapi telah terjadi kematian mudigah (mortalitas embrional), keguguran (abortus), pengerasan (mummificatio) foetus, penghancuran (maceratio) foetus dan kelainan-kelainan lain. Berbagai faktor mempengaruhi nilai NR dan kebenarannya. Pertama-tama adalah faktor-faktor yang langsung berhubungan dengan metoda pengukuran, termasuk jumlah sapi yang diinseminasi per contoh semen atau pe pejantan, waktu antara inseminasi sampai penghitungan sapi betina yang kembali minta di inseminasi dan pengaruh-pengaruh biologik yang cenderung untuk mempertinggi jumlah sapi estrus yang tidak bunting. Berikutnya adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kesuburan, termasuk umur pejantan dan betina, musim, umur semen, penyakit-penyakit, teknik perlakuan terhadap semen dan pengaruh-pengaruh lingkungan lainnya. Berdasarkan alasan-alasan tersebut prosentase non-return hanya dapat dinyatakan signifikan dan dapat dipertanggungjawaabkan apabila dihitung dari suatu populasi ternak yang besar. Memang dinegara - negara maju dengan populasi ternak betina yang sangat besar dalam setiap usaha peternakan sapi, disamping mahalnya tenaga Dokter Hewan untuk mendiagnosa kebuntingan sapi-sapi betina tersebut satu per satu secara rektal, penenutan hasil inseminasi semata-mata berdasarkan nilai NR. Kadang-kadang nilai NR dicampur baurkan dengan nilai "conception rate" (CR), yaitu angka kebuntingan nyata yang di diagnosa per rektal. Di Amerika Serikat, kebanyakan nilai NR pada 60 sampai 90 hari mencapai rata-rata 65 - 72% (Roberts, 1971). Nilai NR yang dicapai dalam periode 28-35 kira-kira 10 sampai 15% lebih tinggi daripada NR pada 60 sampai 90 hari. Sebaliknya, angka NR pada 60 sampai 90 hari umumnya adalah 5,5 sampai 6% lebih tinggi daripada angka konsepsi (CR) yang ditentukan dari hasil eksplorasi rektal. Dari satu juta sapi betina, nilai NR dan CR masing-masing adalah 68% dan 60%. Kira-kira 1,5 sampai 2% foetus menghilang antara 90 hari sampai waktu lahir (Barrett et al., 1948; Mc Sparrin & Patrick, 1967).

Angka konsepsi atau Conception Rate (CR). Suatu ukuran terbaik dalam penilaian hasil inseminasi adalah prosentase sapi betina yang bunting pada inseminasi pertama, dan disebut conception rate atau angka konsepsi. Angka konsepsi ditentukan berdasarkan hasil diagnosa kebuntingan oleh Dokter Hewan dalam waktu 40 sampai 60 hari sesudah inseminasi. Angka konsepsi ditentukan oleh 3 faktor yaitu kesuburan pejantan, kesuburan betina dan teknik inseminasi. Pada perkawinan normal jarang ditemukan suatu keadaan dimana hewan jantan dan betina mencapai kapasitas kesuburan 100%. Walaupun masing-masing mencapai tingkatan kesuburan 80%, pengaruh kombinasinya menghasilkan angka konsepsi sebesar 64% (80x80).Teknik inseminasi yang baik akan mempertahankan nilai ini, akan tetapi setiap penurunan efisiensi reproduksi merupakan suatu persamaan faktorial dari ketiga variable tersebut diatas (prosentase kesuburan jantan x prosentase kesuburan betina x prosentase efisiensi kerja inseminator). Perhatikan bahwa dalam suatu persamaan faktorial, hasil kali adalah selalu lebih rendah daripada faktor terendah. Jadi, kerendahan efisiensi pada salah satu faktor yang lebih merugikan daripada efisiensi yang cukup pada semua faktor tersebut.

Di negara-negara maju pekerjaan dokter hewan termasuk diagnosa kebuntingan, dilakukan menurut perjanjian antara peternak dan dokter hewan didaerahnya, dan tidak ada hubungan dengan pusat inseminasi buatan. Akan sangat mahal bagi suatu pusat inseminasi buatan untuk membiayai tenaga dokter hewan khusus untuk melakukan diagnosa kebuntingan bagi pusat inseminasi buatan tsb. Di Indonesia, penilaian hasil inseminasi dengan cara ini memungkinkan, karena jumlah hewan yang di inseminasi masih terbatas dan program inseminasi buatan sebagian besar, kalau tidak dikatakan seluruhnya, secara langsung atau tidak langsung dilakukan oleh dan atas biaya atau subsidi pemerintah, pusat dan/atau daerah.

Jumlah Inseminasi per Kebuntingan atau Service per Conception (S/C). untuk membandingkan efisiensi relatif dari proses reproduksi di antara individu-individu sapi betina yang subur, sering dipakai penilaian atau penghitungan jumlah pelayanan inseminasi (service) yang dibutuhkan oleh seekor betina sampai terjadinya kebuntingan atau konsepsi. Nilai ini barulah berarti apabila dipergunakan semen dari pejantan yang berbeda-beda dan apabila betina-betina yang steril turut diperhitungkan dalam membandingkan kesuburan populasi ternak. Oleh karena itu sistem ini kurang populer. Nilai S/C yang normal berkisar antara 1,6 sampai 2,0. Makin rendah nilai tersebut, makin tinggi kesuburan hewan-hewan betina dalam kelompok tersebut. Sebaliknya makin tinggi nilai S/C, makin rendahlah nilai kesuburan kelompok betina tersebut.

Calving Rate. Oleh karena kesukaran-kesukaran dalam penentuan kebuntingan muda dan karena banyaknya kematian-kematian embrional atau abortus maka nilai reproduksi yang mutlak dari seekor betina baru dapat ditentukan setelah kelahiran anaknya yang hidup dan normal kemudian dibuat analisa mengenai inseminasi-inseminasi berturut-turut yang menghasilkan kelahiran dalam satu populasi ternak. Sistem penilaian ini disebut Calving Rate. Jadi Calving Rate adalah prosentase jumlah anak yang lahir dari hasil satu kali inseminasi (apakah pada inseminasi pertama atau kedua dan seterusnya). Dalam suatu populasi yang besar dar sapi-sapi betina fertil dan diinseminasi dengan semen yang fertil pula, maka calving rate dapat mencapai 62% untuk satu kali inseminasi, bertambah kira-kira 20% dengan dua kali inseminasi dan seterusnya. Besarnya nilai calving rate tergantung pada efisiensi kerja inseminator, kesuburan jantan, kesuburan betina sewaktu inseminasi dan kesanggupan menerima anak di dalam ikandungan sampai waktu lahir. Perry (1960) yang mensiter Herman memberikan suatu contoh panen yang baik dari hasil inseminasi buatan pada Clemson Agricultural coillege, South Carolina, USA, dengan 500 ekor sapi betina. Angka konsepsi didasarkan pada diagnosa kebuntingan secara rektal sesudah inseminasi buatan dan meliputi periode 2 tahun (1955 sampai 1957) sebagai berikut : Dari seluruh sapi betina (660 ekor), pada inseminasi pertama hanya 56% yang menjadi bunting, pada inseminasi kedua 74%, dan pada inseminasi ketiga 81% dari semua sapi menjadi bunting

  1. Rata-rata jumlah inseminasi per konsepsi (S/C) adalah 2,0. Beberapa betina diinseminasikan sampai 4 atau 5 kali, dan lebih sedikit lagi yang di inseminasi sampai 9 kali
  2. Jumlah seluruh sapi yang akhirny menjadi bunting dalam jangka waktu itu adalah 97%
  3. Dua prosen yang tidak bunting dijual karena steril dan satu prosen dijual karena alasan-alasan lain
Hasil - hasil tersebut diatas cukup baik untuk kelompok hewan sebesar itu. Hampir semua peternak cukup puas apabila 85 sampai 95% dari seluruh sapinya bunting dan beranak sesudah tiga kali inseminasi. Adalah tidak bijaksana dan tidak ekonomik untuk menginseminasi sapi lebih dari lima kali. Biasanya, atau sebaiknya pemilik ternak melapor kepada Dokter Hewan setelah tiga kali inseminasi tanpa hasil untuk diselidiki mengapa tidak terjadi kebuntingan dan diusahakan memulihkan kembali kesuburan sapi-sapi betina tersebut.

Pada penelitian yang dilakukan Okuda K Ohtani S. Biei Veterinary Clinical Center, Kamikawa-chuo Agricultural Mutual Aid Association, Hokkaido, Japan yang melakukan pengamatan histological pada endometrium pada kasus Repeat breeder pada sapi. Adapun mendapatkan hasil bahwa Endometrial asynchrony dapat mengakibatkan terjadinya kasus Repeat breeder pada sapi, dengan teknik histological dapat mengevaluasi perubahan analisis endometrium dengan menggunakan 5 ekor sapi FH yang sudah melakukan 3 sampai 5 kali perkawinan dan dengan 5 ekor sapi FH yang normal 1 sampai 8 hari setelah estrus. Pada hari pertama mengeluarkan kelenjar supranuclear vacuolation tetapi kelenjar mitosis tidak diamati dan pada hari 8 didapatkan reaksi stomal mitosis,stromal edema dan pseudodecidual terjadi pengendapan maka akan merusak sistem reproduksi pada sapi. Maka peristiwa Endometrial asynchrony dapat mengakibatkan terjadinya pengulangan perkawinan karena dapat merusak organ-organ reproduksi.

Adapun penyebab terjadinya pengulangan perkawinan menurut Renée Bage, Sudsaijai Petyim, Birgitta Larsson, Triin Hallap, Ann-Sofi Bergqvist, Hans Gustafsson and Heriberto Rodríguez-Martínez yaitu adanya hormon RBH (Repeat-breeder heifer) yang dapat mengakibatkan gangguan reproduksi yang mempengaruhi estrus dan ovulasi serta karena kasus penyakit reproduksi metritis dan endometritis Jadi kerugian peternak dengan adanya kasus pengulangan perkawinan (Repeat breeder) yaitu kerugian ekonomi dengan melakukan inseminasi buatan yang berulang-ulang (tidak ekonomis), terhambatnya proses mendapatkan keturunan (pertambahan populasi ternak terhambat), rusaknya alat reproduksi sapi betina.serta tidak berhasilnya peternak dalam memanajemen dan pengelolaan perkembangbiakan ternak.

MEMILIH DOC BERMUTU

MEMILIH DOC BERMUTU


Untuk penanganan ayam sejak DOC agar peternakan berhasil, biasanya perusahaan pembibit (Breeding Farm) sudah memberi petunjuk cara atau program pemeliharaan baik pedaging, petelur maupun pejantan termasuk petunjuk tata laksana dan pemberian vaksin, obat, vitamin dari awal sampai panen atau bertelur.

Cara penanganan dimulai dari awal, misalnya proses pemanasan atau penerangan harus baik, peternakan dikatakan tidak rugi apabila angka kematian DOC dibawah 10 persen. Jika kematian cukup tinggi peternak harus melakukan pengecekan DOC, apakah kurang sehat ataupun terserang penyakit ada kemungkinan mutu DOC kurang baik misalnya kerdil, kurang lincah, memiliki kaki monster, lebih dari dua kaki, atau kemungkinan yang lain, ada kesalahan pemakaian pemanas atau ventilasi, kandang teralu padat atau pakan dan minum yang kurang tersedia. Langkah yang harus dilakukan agar peternakan tidak rugi, mintalah saran teman peternak lain yang sudah berhasil, ataupun kepada toko, PS atau TS perusahaan baik pakan ataupun obat.

Seekor DOC dikatakan memiliki kualitas yang baik jika :
  1. Sikapnya lincah, responsip dan warna bulu tidak kusam, menunjukan keadaan Fisiolgis tubuh secara umum cukup baik,
  2. Besarnya relatif seragam (Homogen). Inkubasi telur tetas yang mempunyai bobot berbeda cukup jauh akan menghasilkan DOC dengan bobot tak seragam.
  3. Pusarnya kering dan tertutup baik, jika kondisi cukup baik tali pusar pasti kering dan rontok hanya dalam tempo beberapa menit setelah menetas, jika infeksi tali pusar atau salah pengaturan suhu dan kelembapan dalam mesin tetas, pusar tersebut tidak menutup sempurna, bahkan sisa tali pusar tetap menggantung, mempermudah infeksi oleh kuman lingkungan/kontaminan.
  4. Bereaksi normal terhadap vaksin aktif, kondisi tubuh DOC yang prima akan memberi respon yang cukup baik pada cekaman yang diterima. Reaksi pada cekaman berlarut bisa menurunkan daya tahan tubuh ayam, dengan mudah akan terjadi infeksi sekunder.
  5. Cepat beradaptasi dengan perubahan lingkungan yang minor.
  6. Punya sisik kaki berwarna kuning cerah, tak kering.
  7. Memiliki mata yang cerah, tajam dan normal.

DOC yang bermutu baik diharapkan memiliki :
  1. Kemampuan hidup yang tinggi.
  2. Lebih toleran terhadap perubahan-perubahan lingkungan atau kondisi sekitar.
  3. Secara keseluruhan menujukan laju pertumbuhan yang baik.
  4. Reaksi post vaksinal terhadap vaksin sangat ringan.
  5. Jumlah afkir selama pemeliharaan akan sangat kecil.

Untuk tahu mutu DOC, kita tak hanya mengamati keadaan DOC itu sendiri, tapi ada indikator yang biasa digunakan dipeternakan yaitu :
  1. Mortalitas, terutama sampai minggu pertama setelah menetas.
  2. Keseragaman Bobot, sangat dianjurkan diatas 70%.
  3. Punya zat kebal dari induk (maternal antibody) yang cukup, terutama terhadap ND, IB, IBD dan AE.
  4. Tidak mengandung bibit penyakit yang ditularkan vertikal misal salmonella pullorum dan mycoplasma.




Sumber : Infovet

Karakteristik Daging Segar dan Daging Bangkai

Karakteristik Daging Segar dan Daging Bangkai


Daging segar secara umum diperoleh dari pemotongan hewan dengan proses penyembelihan, sedangkan daging bangkai diperoleh dari hewan yang telah mati tanpa melalui proses penyembelihan. Nilai gizi daging bangkai lebih rendah bila dibandingkan dengan daging segar karena daging bangkai masih banyak mengandung darah di dalam daging dan dapat menjadi media yang baik untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroorganisme.

Pengamatan pertama dapat dilakukan pada bagian leher. Dari bagian itu dapat disimpulkan apakah bagian yang disyaratkan dalam penyembelihan telah putus.

Ayam normal, memiliki warna daging yang cerah merah muda-putih merata pada semua bagian. Sementara ayam bangkai berwarna merah tua bahkan cenderung hitam yang biasanya terpusat pada bagian tertentu, terutama pada sayap.

Pada ayam normal tekstur daging kenyal, apabila teksturnya lembek (mengeluarkan lendir) dan kulitnya mudah terkelupas dipastikan bahwa itu adalah bangkai. Biasanya, pada ayam bangkai baunya lebih menusuk. Saat ayam dipotong menjadi beberapa bagian, ayam bangkai akan mengeluarkan gumpalan darah.

Kulit karkas ayam yang baik, berwarna putih atau sedikit kuning muda. Apabila terlihat warna kuning pada kulit karkas, maka sebaiknya tak dibeli. Hal ini karena warna kuning itu mengindikasikan bahwa ayam tersebut sudah lama atau merupakan pewarna agar ayam terlihat masih baru.

Pada ayam bangkai tampak bercak darah yang menyebar di sekujur tubuh. Itu merupakan darah yang telah membeku. Sedangkan ayam yang terkena wabah penyakit biasanya memiliki bercak biru namun tak menyeluruh.

Ciri-ciri daging bangkai yang lain adalah: rongga tubuh bagian dalam berwarna kehitaman, demikian pula organ-organ tubuh seperti usus, hati dan ginjal. Untuk menipu calon konsumennya, ada pedagang yang mengolah terlebih dulu ayam bangkai sebelum dijual. Tidak jarang di pasaran dijumpai daging ayam bangkai yang berwarna kuning atau sering disebut “ayam duren”

Walaupun sudah diolah semacam itu, ciri-ciri seperti bau busuk atau anyir, kekenyalan daging dan warna tetap tidak hilang begitu saja. Bahkan setelah direbus atau digoreng pun daging tersebut tetap mengeluarkan bau tak sedap.

Untuk daging kambing adalah memiliki warna merah muda, serat yang lembut dan halus. Lemak daging kambing keras dan kenyal serta berwarna putih kekuningan. Di samping itu, aroma daging kambing lebih keras dibandingkan daging sapi. Daging sapi yang baik, biasanya memilili warna merah cerah. Berserat, halus dan lemaknya berwarna kekuningan. Kondisi daging sapi keras namun tidak kaku.

Kiat Berbelanja Produk Daging

Kiat Berbelanja Produk Daging



Beberapa kiat praktis memilih produk daging, yaitu:
  1. Melihat dengan mata yang jelas bangaimana lingkungan tempat daging dijual. Bila tercium bau busuk/menusuk hidung, artinya pedagang tidak nenerapkan praktek higinies. Ingat, bau adalah hasil pekerjaan bakteri. Baktri sangat menyukai lingkungan yang kotor dan menyukai produk yang kaya akan protein. Sayang nya, kita tidak bisa melihat bakteri yang ukurannya sangat kecil. Apabila kita menggunakan mikroskop untuk melihat jumlah populasi bakteri yang ada didaging yang dijual di pasar, mungkin hasilnya TBUD (Terlalu Banyak untuk Dihitung)
  2. Bila lingkungan bersih, lihat bangaimana penampilan pedagang yang bertugas. Apakah pakaian yang dikenakan bersih, bangaiamana rambutnya (gondrong)?
  3. Lihat kondisi peralatan yang digunakan, seperti pisau, talenan, sendok, garpu daging dan lainnya apakah bersih/kotor?
  4. Setelah hal diatas sudah tidak menjadi masalah, mulailah melihat kualitas daging yang di-display
  5. Konsumen bisa menanyakan kepada pedagang asal-usul daging, apakah ia memiliki sertifikat Halal, bangaimana kondisi daging utuh (fresh/frozen), bangaimana kemasan dagingnya (vokum/kantong plastik/tidak dikemas sama sekali). Biasanya para retailer memajang di counter daging beberapa sertifikat yang menyatakan daging berasal dari supplier yang memproduksi daging secara halal atau hasil pemeriksaan dari Dinas Peternakan yang menyatakan daging berasal dari supplier tertentu aman dikonsumsi.
  6. Bila konsumen harus berbelanja produk lain, maka selalu diingat untuk menempatkan membeli daging pada urutan terakhir. Karena akan berakibat fluktusi temperatur dari kondisi dingin zona aman ke kondisi temperatur zona bahaya. Pada temperatur zona bahaya, bakteri akan berkembang biak dengan cepat dan melakukan aktivitas pengrusakan
  7. Setelah berbelanja daging, usahakan segera tiba di rumah untuk memproses daging (disimpan/dimasak). Bila harus berkunjung ke tempat lain, pertimbangkan untuk meminta es dengan kemasan yang terpisah dengan daging. Es akan membantu mempertahankan temperatur dingin selama perjalanan. Sebaiknya tidak menggunakan dry ice/biang es, karena akan menyebabkan pembekuan pada bagian daging yang kontak langsung dengan dry ice.
  8. Kualitas daging yang segar memenuhi syarat sebagai berikut:
  • Warna daging merah cerah. Warna daging intensif (pekat/tua) dapat dijumpai pada bagian daging seperti Chuck/Sampil karena secara anatomi terletak pada bagian bahu ke arah leher, dan warna merah muda (sangat muda) dapat dijumpai pada daging seperti Eye round/gandik. Banyak konsumen salah kaprah melihat warna coklat pada bagian dasar daging yang didisplay pada wadah nampan dan menganggap daging tersebut tidak fresh. Warna kecoklatan akan muncul pada bagian dasar daging karena pada bagian tersebut tidak terekspos/kontak dengan udara. Udara mengandung oksigen (O2), yang dengan tekanan O2 tertentu akan mengubah pigmen (unsur warna) daging mioglobin (merah ungu) menjadi oksimioglobin (berwarna merah cera). Bila tekanan O2 kurang/rendah (dalam hal ini bagian dasar daging tidak terekspos udara), pigmen mioglobin akan berubah menjadi metmioglobin yang berwarna kecoklatan pada dasar tersebut menghadap udara selama beberapa menit (± 3 menit), akan terlihat warna coklat mulai berangsur berubah menjadi warna merah. Namun bila kita menemukan warna daging coklat pada permukaan daging yang telah lama kontak dengan udara dan warna coklat itu permanen (tetap) berarti daging berada dalam kondisi menuju rusak dan bila timbul aroma tidak sedap (berbau busuk) artinya daging sudah terkontaminan bakteri dan sebaiknya jangan dibeli.
  • Tekstur. Konsumen tidak perlu harus memencet daging dengan tangan. Ingat, bila 1 jari mendapat 1000 bakteri, maka bila ada 1000 konsumen yang ikut memencet daging, artinya sudah 1000000 bakteri yang hingga didaging. Konsumen pun harus ikut berpartisipasi menjaga dan bersikap higinis bila berada di lingkungan butchery. Bila ingin mengetahui tekstur daging, konsumen bisa menggunakan media kantong plastik membungkus tangan dan baru memencet daging
Bila anda membeli daging di pasar tradisional dan merencanakan akan memasak sup, soto atau rending yang mana proses mengolahnya menerapkan metode masak waktu lama (Long Time Cooking) mungkin tidak ada masalah apa-apa karena bakteri yang ada pada daging akan mati. Namun, bila anda membeli daging untuk keperluan membuat steak yang weaktu masaknya singkat (Short Time Cooking) maka ada kemungkinan bakteri yang tahan panas akan tetap hidup dan menyebabkan berbagai penyakit perut.

Antraks

Antraks


Antraks atau anthrax adalah penyakit menular akut yang disebabkan bakteria Bacillus anthracis. Basilus ini bersifat aerob, gram positif, tidak motil, berkapsul, tahan asam dan membentuk spora, mempunyai ukuran 1-1.5 um x 4-10 um. Spora antraks ini akan terbentuk bila O2 berlebihan dan dapat bertahan di lingkungan selama 25 sampai 30 tahun. Spora–spora antraks juga bisa diterbangkan oleh angin, dihanyutkan oleh air, hingga mencemari apa saja yang dilewatinya. Spora penyakit ini tahan bertahun-tahun dan tahan akan kekeringan, panas dan desinfektansia. Dan apabila spora tersebut terhirup, termakan atau menempel pada kulit yang terluka, spora akan berubah menjadi bentuk aktif dan masuk ke dalam jaringan darah serta berkembang biak. Masa inkubasinya mencapai waktu antara 1 –2 minggu. Selain itu, penyebab penyakit ini tahan pembekuan cepat pada -72 °C. Antraks paling sering menyerang herbivora-herbivora liar dan yang telah dijinakkan, namun juga dapat menjangkiti manusia karena terekspos hewan-hewan yang telah dijangkiti, jaringan hewan yang tertular, atau spora antraks dalam kadar tinggi. Hingga kini belum ada kasus manusia tertular melalui sentuhan atau kontak dengan orang yang mengidap antraks. Penyakit antraks dimasukkan dalam kelompok penyakit yang dapat menular dari hewan ke manusia (zoonosis).

Lingkungan merupakan reservoir utama dari penyakit ini dan spora dijumpai di tanah, tetumbuhan dan juga air. Lingkungan dapat menjadi penyebar penyakit ini karena adanya hewan yang mati karena antraks akan mencemari lingkungan sekitarnya melalui banjir ataupun aliran air dan bila bangkai hewan tersebut dimakan oleh hewan ataupun urung pemakan bangkai maka spora yg ada dlm bangkai tersebut akan menyebar luas. Pada hewan hidup Bacillus anthraxis akan berbentuk vegetatif dan bila hewan tersebut mati maka akan terjadi kekurangan O2 dan panas sehingga ia akan menjadi spora dan akan tinggal dalam reservoir utamanya, yaitu tanah.

Penyakit antraks ada tiga jenis


Menyerang kulit
Dikenal juga sebagai pustula maligna, karbunkel, charbon, black eschar. Antraks jenis ini terjadi apabila Bacillus anthracis masuk melalui luka atau pun lecet pada kulit. Dua sampai tiga hari setelah infeksi pada kulit timbul benjolan kemerahan yang dikelilingi tanda-tanda erythrema di mana individu mengeluh dengan kulit merah yang gatal. Tanda klinis ini akan semakin jelas dengan terjadinya infiltrasi di tengah yang berwarna merah tua. Makin lama warna merah ini akan berubah menjadi hitam dengan sekeliling yang edematik (black centre). Bagian ini kemudian mengeras dan bila disinggung ataupun ditekan terasa sakit. Bila meletus akan terjadi ulcus dengan dinding curam dengan produksi kerak yang berwarna cokelat tua. Bila bentuk kulit ini menjadi intensif maka akan menjalar ke simpul limfe regional dan kemudian akan meningkat ke bakteremia bahkan toksemia. Pada kejadian ini angka kematian (case fatality rate) akan mencapai 20%. Pengobatan pada bentuk ini dapat dilakukan dengan penisilin, tetrasiklin dan eritromisin. Dengan pengobatan diatas kematian dapat ditekan sampai nol persen.

Menyerang pencernaan
Terjadi karena penularan per oral karena konsumsi daging mentah ataupun kurang masak ditandai dengan adanya sakit perut yang amat hebat dan perasaan panas di bagian abdomen. Pada bentuk ini sering terjadi edema malignant. Hubungan antara antraks pada manusia dan antraks hewan di Indonesia erat sekali dan adanya antraks sering dihubungkan dengan kebiasaan penduduk dalam memasak atau makan daging. Beberapa gejala nya adalah mual, pusing, muntah, tidak nafsu makan, suhu badan meningkat, muntah bercampur darah, buang air besar berwarna hitam, sakit perut yang sangat hebat (melilit) atau (untuk tipe kulit) seperti borok setelah mengkonsumsi atau mengolah daging asal hewan sakit antraks.

Menyerang pernafasan
Disebabkan karena terisapnya spora antraks yang tersebar secara aerosol. Bentuk ini menyebabkan antraks yang dikenal sebagai wool sorter disease. Jalannya penyakit berkembang dari alveoli menuju simpul limfe tracheobronchealis dan kemudian berkembang di sana. Bila telah terjadi mediastinitis maka akan terjadi septisemia dan kerusakan yang terjadi di paru amat sedikit. Masa inkubasi susah diketahui dengan tepat dan pada hewan percobaan selama 6-10 hari. Secara klinis bentuk ini dimanifestasikan dalam dua tingkatan penyakit:
o Dengan gejala demam, kelemahan umum (malaise), myalgia sehingga gejalanya mirip dengan influenza ataupun penyakit paru yang disebabkan oleh virus.
o Sesak nafas akut, diaforesis dan sianosis, suhu badan naik ataupun malahan turun dan menyebabkan shock. Kematian biasanya berlangsung dalam 24 jam setelah onset kedua ini.

Ciri-ciri Pada ternak

Mengalami demam tinggi, gelisah dan gemetar. Sedangkan pada hewan yang menghasilkan susu, mengalami penurunan produksi. Kemudian nafsu makan hewan tersebut terlihat mulai menghilang. Dan apabila telah keluar darah berwarna kehitaman dari dubur, mulut, hidung atau air kemih, maka hal itu akan berlanjut pada kematian. Daging yang terkena antraks mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: berwarna hitam, berlendir, berbau.


Pengendalian penyakit ini dilakukan dengan jalan:
  • Menjaga kebersihan kandang merupakan sebuah hal yang mutlak selalu perlu dilakukan
  • Mengurangi kontak dengan hewan yang terkena ataupun produknya.
  • Immunisasi pada orang-orang yang bekerja dengan organisme ini misalnya dokter hewan, pekerja pabrik wool, peneliti, dll.
  • Bila terjadi antraks di hewan piara maka dilakukan karantina selama 2 minggu di daerah tersebut sedangkan susu dari daerah tertular tidak boleh untuk konsumsi dan dimusnahkan. Untuk menghindarkan terjadinya spora maka nekropsi terhadap bangkai hewan sama sekali tidak diperbolehkan. Terhadap bangkai dari hewan yang disangka menderita antraks dilakukan penanaman dan/atau pembakaran menurut metode standard.
  • Pada rambut dan wool dapat dilakukan desinfeksi dengan larutan aldehyda panas dan metode ini dengan sendirinya susah dikerjakan pada kulit hewan karena akan mengubah sifatnya.

Bahan Tambahan Makanan (Aditif Makanan)

Bahan Tambahan Makanan (Aditif Makanan)


Beberapa bahan tambahan makanan telah dibahas pada bagian produk hewani. Beberapa lagi yang diragukan kehalalannya (perlu diteliti lebih lanjut) dapat dilihat pada Tabel 3 (pada Tabel 3 terdapat pula daftar bahan tambahan makanan yang sudah dibahas sebelumnya dengan maksud untuk melengkapi informasi yang telah disampaikan). Keraguan akan kehalalan bahan-bahan tersebut berasal dari kemungkinan bahwa bahan tambahan tersebut berasal dari bahan hewani yang diharamkan atau minuman yang memabukkan. Nomor yang menyertai nama bahan tersebut adalah kode yang berlaku di negara Masyarakat Eropa, secara umum semua kode bahan tambahan makanan diawali dengan E, kemudian digit pertama menunjukkan kelompoknya, apakah pengawet, pengemulsi, antioksidan, dll. Dari daftar di bawah nanti terlihat banyak sekali pangan olahan yang perlu diwaspadai kehalalannya karena bahan tambahan makanannya yang masih perlu diteliti. Walaupun demikian, kembali perlu ditegaskan, tidak berarti pasti haram karena bahan-bahan pengganti yang halal juga sudah banyak dan pembuatannya tidak harus melalui jalan yang dijelaskan dalam tabel, karena masih mungkin ada berbagai alternatif seperti telah dibahas untuk kasus pengemulsi.

Ada satu jenis bahan tambahan makanan yang juga rawan kehalalannya (beberapa), sayangnya bahan ini banyak dipakai pada makanan olahan, bahan tambahan tersebut yaitu perisa (flavourings). Kekhawatiran ini disebabkan oleh karena beberapa hal, yaitu: 1) pelarut yang digunakan di antaranya etanol dan gliserol, 2) bahan dasar pembuatannya, 3) asal bahan dasar yang digunakan. Sebagai contoh, untuk menghasilkan flavor daging diperlukan base yang dibuat dari hasil reaksi asam amino atau protein hidrolisat, gula dan kadang-kadang lemak atau turunannya.

Selain itu, pada waktu formulasi untuk flavor ayam misalnya (sering digunakan untuk mie instan, sup ayam, kaldu ayam, produk chiki (ekstrusi), dll), seringkali diperlukan lemak ayam, sehingga perlu jelas dari mana asalnya. Contoh lain lagi, untuk flavor mentega diperlukan bukan hanya bahan-bahan kimia tunggal pembentuk aroma mentega, tetapi juga asam-asam lemak untuk membentuk rasa dan mouthfeel, tentu saja perlu jelas dari mana asam lemaknya. Itu hanya dua contoh saja, perlu disadari bahwa jenis flavor ini jumlahnya ratusan, terbuat dari ribuan senyawa kimia bahan dasar, di samping pelarut, pengemulsi, enkapsulan, penstabil, dan aditif lainnya. Bisa dibayangkan bagaimana repotnya mengaudit kehalalan bahan flavor ini, bukan pekerjaan mudah dan kembali memerlukan keahlian dan bekal pengetahuan yang tinggi di bidang ini, tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang.


Daftar Bahan tambahan makanan yang termasuk kelompok diragukan kehalalannya (syubhat)**

1. Potasium nitrat (E252)

Dapat dibuat dari limbah hewani atau sayuran. Untuk pengawet, kuring, mempertahankan warna daging. contoh pada Sosis, ham, Dutch Cheese

2a. L-(+)-asam tartarat (E334)

Kebanyakan sebagai hasil samping industri wine.Sebagai antioksidan pemberi rasa asam Produk susu beku, jelly, bakery, minuman, tepung telur, wine, dll.

2b. Turunan-turunan asam tartarat E335, E336, E337, E353 (dari E334)

Dapat berasal dari hasil samping industri wine antioksidan, buffer, pengemulsi, dll

3.Gliserol/gliserin (E422)

Hasil samping pembuatan sabun, lilin dan asam lemak dari minyak/lemak (dapat berasal dari lemak hewani) . Sebagai pelarut flavor, menjaga kelembaban (humektan), plasticizer pada pengemas Bahan coating untuk daging, keju, cake, desserts, dll

4.Asam lemak dan turunannya, E430, E431, E433, E434, E435, E436

Dapat berasal dari turunan hasil hidrolisis lemak hewani Pengemulsi, penstabil, E343:antibusa. Terdapat pada produk roti dan cake, donat, produk susu: es krim, desserts beku; minuman, dll

5.Pengemulsi yang dibuat dari gliserol dan/atau asam lemak (E470 - E495)

Dapat dibuat dari hasil hidrolisis lemak hewani untuk menghasilkan gliserol dan asam lemak sebagai pengemulsi, penstabil, pengental, pemodifikasi tekstur, pelapis, plasticizer, dll
Terdapat pada Snacks, margarin, desserts, coklat, cake, puding

6.Edible bone phosphate (E542)

Dibuat dari tulang hewan, Anti caking agent, suplemen mineral. Terdapat pada makanan suplemen

7.Asam stearat Dapat dibuat dari lemak hewani walaupun secara komersil dibuat secara sintetikAnticacking agent


8.L-sistein E920

Dapat dibuat dari bulu hewan/unggas dan di Cina dibuat dari bulu manusia Sebagai bahan pengembang adonan, bahan dasar pembuatan flavor daging. Untuk produksi tepung dan produk roti, bumbu dan perisa (flavor)

9.Wine vinegar dan malt vinegar Masing-masing dibuat dari wie dan bir .

Sebagai pemberi flavor bumbu-bumbu, saus, salad

**Sumber: Hansen dan Marsden, 1987. E for Additives. Thorsons, England.

Sebagai kesimpulan, kehalalan suatu produk pangan pada era global ini menjadi kompleks, memerlukan penanganan yang serius karena banyak kemungkinan yang dihadapi yang dapat sampai haramnya atau halalnya suatu produk pangan. Di samping itu, pekerjaan pemeriksaan kehalalan suatu produk pangan tidak bisa sembarangan, memerlukan ketelitian tinggi, memerlukan pengetahuan asal usul bahan dan proses pengolahan pangan itu sendiri, dan yang terpenting analisis laboratorium tidak dapat dijadikan andalan menentukan kehalalan suatu produk pangan. Mungkin bekal yang terpenting yang berkaitan dengan bahan ialah pengetahuan yang mendalam mengenai bahan itu sendiri. Di samping itu, diperlukan metode pemeriksaan yang tepat dan pembentukan sistem jaminan halal yang handal. Kedua hal terakhir itulah yang akan dibicarakan pada seri tulisan selanjutnya.

Oleh: DR. Anton Apriyantono

Posisi Tawar Halal

Posisi Tawar Halal



Kendala yang sering dihadapi dalam percaturan halal internasional adalah daya kritis masyarakat yang masih rendah. Melihat jumlah penduduk dan konsumsi masyarakat, seharusnya Indonesia dapat mendikte para produsen agar mengikuti standar kehalalan seperti yang kita inginkan. Ketentuan-ketentuan mengenai pemisahan antara produk halal (yang diekspor ke Indonesia) dan non halal (yang diekspor ke negara-negara non muslim) secara sempurna harusnya sangat diperhatikan dan menjadi pertimbangan utama para produsen di negara-nagara maju. Selain itu persyaratan penyembelihan hewan halal, semestinya bisa kita paksakan menggunakan cara-cara yang telah direkomendasikan oleh Komisi Fatwa MUI, meskipun diproduksi di Amerika atau Australia.

Tetapi pada kenyataannya konsep-konsep ideal menurut aturan Islam itu masih jauh dari sempurna. Salah satu sebabnya adalah lemahnya kekritisan konsumen. Masyarakat muslim hingga saat ini masih belum menyadari sepenuhnya akan hak-haknya sebagai seorang muslim. Kita masih terlalu „bertoleransi“ terhadap keinginan dan kemauan para produsen, sehingga cenderung diam terhadap kekurangan dan kelemahan dari segi kehalalan. Misalnya dengan masuknya produk-produk impor yang tidak jelas kehalalannya, sampai saat ini hanya MUI dan beberapa LSM saja yang berteriak-teriak meminta kejelasan. Sedangkan masyarakat kebanyakan masih adem-ayem saja, seolah tidak pernah terjadi apa-apa dengan membanjirnya produk impor tersebut.

Sikap skeptif konsumen muslim ini jauh sekali jika dibandingkan dengan komunitas Yahudi atau Hindu. Dengan jumlah penduduk yang sangat sedikit, masyarakat Yahudi begitu kuat menekan dunia bahwa setiam makanan, minuman, obat dan kosmetika yang dikonsumsinya harus sudah mendapatkan sertifikat Kosher (semacam halal dalam terminologi mereka). Masyarakat Yahudi begitu cerewet dan peduli terhadap kosher ini, sehingga adanya produk pangan yang tidak bersertifikat kosher akan ditolak mentah-mentah, baik yang masuk ke negara Israel maupun yang dikonsumsi komunitas Yahudi di berbagai belahan dunia.

Dengan sikap kritis dan peduli inilah, maka lembaga sertifikasi kosher dapat menekan para produsen agar berproduksi sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah mereka tetapkan. Proses sertifikasi kosher ini, menurut pengakuan para pelaku bisnis, sangatlah rumit dan berbelit-belit. Jauh lebih kompleks dibandingkan dengan persyaratan halal. Oleh karena itu pengawasan dan proses sertifikasi kosher dapat berlangsung hingga berhari-hari untuk satu jenis produk yang sangat kecil. Sebagai contoh, dalam proses penyembelihan hewan, mereka harus mengawasi benar tata cara penyembelihan seperti yang mereka inginkan. Bukan saja para penyembelihnya yang harus diawasi dengan ketat, tetapi juga potongan-potongan dagingnya juga diawasi, karena mereka tidak makan bagian-bagian tertentu dari karkas.

Kami tidak hendak mencampuri urusan umat lain. Mereka memiliki cara tersendiri dalam memenuhi kebutuhan pangan mereka sesuai dengan aturannya dan kita sangat menghormati. Tetapi yang membuat kita kadang-kadang merasa iri adalah kepedulian masyarakatnya yang sangat tinggi dalam menuntut hak-haknya. Kesalahan sedikit saja dalam memenuhi persyaratan itu dapat berakibat fatal bagi pengusaha.

Itulah yang semestinya bisa dilakukan oleh umat Islam. Kebersamaan dan kepedulian atas hak-hak inilah yang masih kita rasakan sangat kurang. Sehingga jumlah penduduk dan permintaan barang yang sangat tinggi itu kurang diimbangi dengan kualitas dan tuntutan yang memadahi dalam memenuhi hak-haknya sebagai konsumen muslim. [ Nw, Ar.]

Sumber: Jurnal Halal LP POM MUI

Penting Menelusur Kehalalan Produk

Penting Menelusur Kehalalan Produk


Kehidupan manusia memiliki hubungan erat dengan makanan dan minuman. Ia bahkan berkait kelindan dengan pasokan tenaga dan semangat kerja. Hal ini dapat digambarkan dalam Alquran surat Al-Muminun ayat 51 yang memerintahkan kepada Nabi Muhammad untuk mengonsumsi makanan yang baik dan mengerjakan amal saleh. Menurut Wakil Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Ibrahim, keterangan dalam surat tersebut menunjukkan adanya hubungan yang erat antara makanan dan minuman dengan amal saleh. Oleh karenanya, agar umat Islam dapat mengerjakan amal saleh dengan baik, maka makanan dan minuman yang masuk ke dalam tubuhnya haruslah yang statusnya juga baik dan halal.

Seorang Muslim, mesti memiliki kehati-hatian terhadap makanan serta minuman yang mereka konsumsi. ''Apalagi industri makanan kini semakin berkembang dengan pesat seiring dengan perkembangan teknologi. Beragama produk baru yang bermunculan dan mesti mendapatkan perhatian atas status kehalalannya,'' ujarnya.

Produk-produk baru tersebut, kata dia, telah menembus batas-batas negara dan sebagian besar umat Islam menjadi konsumen atas barang-barang itu. Dalam menghadapi produk-produk ini, umat Islam tak dapat bersikap netral. ''Umat Islam harus mampu merujuk pada etika Islam yang terkait dengan makanan dan minuman,'' tambah Amwar.

Selain makanan dan minuman yang mereka konsumsi dihasilkan dari usaha yang halal, bahan-bahan pembuatnya juga harus berasal dari bahan yang status kehalalannya jelas pula. ''Alquran telah meneguhkan hal ini melalui Surat Al Baqarah ayat 168, yang memerintahkan manusia untuk memakan makanan yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi.''

Anwar menyatakan, penerapan kewajiban ini menuntut umat Islam untuk mengetahui bahan-bahan yang digunakan dalam produk makanan dan minuman yang akan mereka konsumsi. Sesuai prinsip hukum Islam, katanya, maka apabila suatu kewajiban hanya dapat dilakukan melalui wasilah tertentu maka hukum melaksanakan wasilah tersebut wajib pula.

Dengan demikian, hukum mengetahui bahan-bahan dari sebuah produk yang akan dikonsumsi atau digunakan telah menjadi kewajiban umat Islam. Namun dalam menjalankan kewajiban ini, perlu adanya kerjasama dengan berbagai pihak baik produsen, pemerintah, maupun masyarakat agar umat Islam sebagai konsumen mendapatkan perlindungan.

Ia menuturkan, dalam hal ini produsen memang menjadi pihak yang sangat bertanggung jawab. Sebab produsenlah yang mengetahui dengan pasti rahasia produknya, termasuk bahan-bahan yang digunakan dalam proses pembuatannya. ''Mereka mestinya menggunakan bahan halal dalam proses produksinya sebagai tanggung jawab sosial.''

Mereka pun mesti memasang label pada kemasan yang menerangkan kandungan dalam produknya. Bagi umat Islam, ketidakhalalan produk merupakan cacat hukum. Menurut Anwar hal tersebut bisa dikaitkan dengan keputusan menteri agama dan menteri kesehatan nomor 427/MEN KES/VIII/1985 nomor 68 tahun 1985 tentang pencantuman tulisan halal pada label makanan.

Ia menjelaskan, pada pasal 2 dinyatakan bahwa produsen yang mencantumkan tulisan halal pada label atau penandaan makanan produknya bertanggung jawab terhadap halalnya makanan tersebut bagi pemeluk agama Islam. Dengan demikian, produsen memiliki tanggung jawab yang besar atas kehalalan produknya pada konsumen yang beragama Islam.

Di sisi lain, kata dia, MUI pun selama ini telah memberikan peluang bagi para produsen untuk mengajukan sertifikasi halal. ''Pihak MUI akan melakukan pemeriksaan terhadap bahan-bahan hingga proses produksi untuk meyakinkan bahwa produk tersebut benar-benar berstatus halal,'' katanya. Dengan begitu, umat Islam sebagai konsumen terbesar akan merasakan keamanan dalam mengonsumsi sebuah produk baik makanan maupun minuman.

Sumber: Republika 12 November 2004

http://halalguide.info/content/view/1071/846/

DZIKIR BERJAMA’AH

DZIKIR BERJAMA’AH


Umar bin Yahya berkata: Ayahku mengisahkan dari ayahnya, ia berkata: “Kami duduk di depan pintu rumah Ibnu Mas’ud sebelum shalat shubuh. Apabila beliau keluar kami berjalan bersamanya menuju masjid, (ketika kami sedang menanti beliau) datanglah Abu Musa Al Asyar’i seraya bertanya, ‘Apakah Abu Abdurrahman telah keluar? (Abu Abdurrahman adalah nama kunyah Ibnu Mas’ud) Belum, jawab kami, maka beliau pun duduk bersama kami menunggu sampai Ibnu Mas’ud keluar. Ketika beliau keluar kami semua berdiri, lalu Abu Musa bertanya, ‘Hai Abu Abdurrahman! Sungguh tadi di masjid aku melihat suatu perkara yang aku ingkari, namun secara sekilas tampaknya hal itu baik. ‘Apa itu?’ Tanya Ibnu Mas’ud. Abu Musa menjawab ‘Sekiranya engkau dikaruniai umur panjang engkau akan melihatnya. Di ujung masjid aku melihat sekelompok orang duduk-duduk membentuk beberapa halaqah. Mereka sedang menunggu shalat. Setiap kelompok tersebut dipimpin oleh seorang, sedang tangan mereka memegang batu kerikil. Pimpinan jamaah tersebut berkata kepada jamaahnya: Bertakbirlah seratus kali! Maka mereka bertakbir seratus kali. Lalu ia berkata lagi: “Bertahlillah seratus kali! Maka mereka-pun bertahlil seratus kali. Maka ia berkata lagi “Bertasbihlah seratus kali! Maka mereka-pun bertasbih seratus kali. Ibnu Mas’ud bertanya kepada Abu Musa: ‘Lalu apa yang engkau katakan kepada mereka? “Aku tidak berkomentar apa-apa menunggu pendapat dan perintah darimu,” jawab Abu Musa. ‘Tidakkah engkau perintahkan mereka untuk menghitung dosa-dosa dan engkau jamin bahwa perbuatan baik mereka tak akan sirna sedikit pun?” kata Ibnu Mas’ud.

Maka berangkatlah beliau Ibnu Mas’ud dan kami-pun mengikutinya hingga beliau sampai kepada salah satu halaqah tersebut, lalu beliau memberhentikan mereka seraya berkata: “Hitunglah dosa-dosa kalian maka aku menjamin bahwa amalan baik kalian tidak akan sia-sia. Celakalah kalian wahai umat Muhammad, alangkah cepatnya kalian menuju kebinasaan, padahal para shahabat Nabi kalian masih banyak, dan bejana-bejana mereka belum pecah. Demi jiwaku yang berada di tangannya! Kalian berada di atas Ad-dien yang lebih baik dari Ad-dien Nabi Muhammad atau kalian pintu pembuka kesesatan? Mereka menjawab, “Demi Allah, hai Abu Abdirrahman! Kami tidak menghendaki kecuali kebaikan!” Maka beliau menjawab, “Berapa banyak orang yang menghendaki kebaikan tetapi ia tidak mendapatkan (karena ia mengamalkan suatu amalan yang tidak dituntunkan oleh Allah dan Rasul-Nya).” (Hadist riwayat Ad-Darimi dalam sunannya, al-Muqadimah hadist no 204).

Asy-syatibi berkata, “Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi Wassalam tidak pernah mengeraskan suaranya untuk membaca doa maupun dzikir setelah selesai shalat kecuali untuk tujuan mengajari sahabatnya sebab jika mengeraskan bacaannya terus menerus pasti dianggap sebagai sunnah dan ulama pasti akan menganggap sunnah Nabi Shallallaahu ‘alaihi Wassalam dan selayaknya dicontoh.” (al-I’tisham 1/351).

Ibnu Hajjar berkata, “Disebut dalam kitab ‘al-Atabiyah sebuah riwayat dari Malik bahwa perbuatan tersebut (dzikir secara bersama-sama) dianggap bid’ah.” (Fathul Bari: 11/326). Muhammad bin Abdul Slaman asy-Syuqairi berkata, “Membaca istighfar secara bersama-sama oleh para jama’ah setelah salam sholat merupakan perbuatan bid’ah, dan sunnahnya istighfar dilakukan sendiri-sendiri.

Mahmud Salma berkata, “Bukan termasuk perbuatan sunnah apabila seseorang dududk setelah shalat untuk membaca dzikir atau do’a yang ma’tsur (yang bersumber dari hadits shahih) maupun yang tidak ma’tsur dengan suara yang keras. Apalagi kalau bacaan semacam ini dikerjakan secara bersama-sama, seperti yang telah terjadi di beberapa derah, namun sayangnya tradisi yang berlaku ini malah dianggap tidak benar jika tidak dikerjakan, bahkan orang yang melanggarnya malah dianggap sebagai orang yang melanggar syiar Ad-Dien, padahal tradisi semacam ini seharusnya ditinggalkan, karena tidak diajarkan Rasulullah Shallaalaaahu ‘alaihi wassalam.

STRAIN VIRUS INFLUENZA

STRAIN VIRUS INFLUENZA



Virus Influenze Tipe A, B dan C :
Virus Influenza Tipe A dapat menginfeksi manusia, kuda, babi, anjing laut, ikan paus dan binatang lainnya. Namun burung liar adalah tempat tinggal alamiah mereka. Virus tipe A ini dibagi dalam beberapa Sub-tipe berdasar dua (2) jenis protein pada permukaannya. Protein ini disebut sebagai Hemaglutinin (HA) dan Neuroaminidase (NA).
Terdapat 15 jenis sub-tipe HA dan 9 sub-tipe NA, dan berbagai kombinasi dari kedua jenis protein ini dapat ditemukan hanya beberapa Virus Flu tipe A yang umumnya saat ini menyerang manusia, yaitu H1N1, H1N2, dan H3N2. Sedangkan beberapa sub-tipe umumnya terdapat pada hewan, misalnya H7N7 dan H3N8 yang menyebabkan penyakit flu pada kuda. Sub-tipe Virus Flu tipe A dinamakan berdasar jenis protein HA dan NA, misalnya H1N2 adalah Virus Influenza tipe A yang mempunyai jenis protein HA 1 dan protein NA2. Sehingga Virus Avian H5N1 adalah Virus Influenza Tipe A yang mempunyai protein HA 5 dan NA 1.
Virus Influenza Tipe B umumnya ditemukan di manusia. Namun tidak seperti Virus Tipe A, Virus ini tidak diklasifikasi berdasar sub-tipe. Walaupun Virus tipe B ini dapat menyebabkan epidemi, tetapi tidak dapat menyebabkan pandemi. Virus Influenza Tipe C menyebabkan sakit ringan pada manusia dan tidak menyebabkan epidemi atau pandemi. Virus ini juga tidak diklasifikasi berdasar sub-tipe.

Strain
Virus Influenza B dan beberapa Sub-tipe Virus A dibagi lagi kedalam Strain. Ada berbagai Strain pada Virus Tipe B dan Sub-tipe A. Strain baru Virus Flu akan menggantikan strain yang lama. Perubahan Strain ini terjadi secara "shift" atau "drift". Ketika strain Virus baru ini muncul, maka sel pertahanan tubuh (antibody) yang terbentuk karena infeksi virus Flu strain yang lama, tidak dapat memberikan perlindungan lagi kepada infeksi strain baru. Jadi Vaksin Flu harus diperbarui setiap tahun untuk mengikuti perubahan strain dari Virus Flu. Akibatnya, orang yang ingin melakukan vaksinasi Flu harus mengulang vaksinasinya secara teratur setiap tahun, karena proses perubahan strain virus flu tadi.

Virus Flu Manusia dan Virus Flu Burung
Manusia dapat terinfeksi virus Influenza tipe A, B atau C. Tetapi jenis Virus Flu A yang umumnya menyerang manusia adalah virus Flu subtipe H1N1, H1N2 dan H3N2. Antara tahun 1957 dan 1968 Virus Flu H2N2 juga terdeteksi menyerang manusia, namun sekarang tidak. Hanya Virus Flu A yang menyerang Unggas. Burung liar secara alamiah adalah tempat tinggal beberapa subtipe Virus Flu A. Umumnya burung liar ini tida sakit walaupun mereka terinfeksi virus. Tetapi, unggas yang dipelihara seperti Ayam Ras atau Kalkun, dapat sakit parah dan mati karena serangan virus flu burung. Beberapa Strain Virus A juga menyebabkan unggas liar sakit parah dan mati.

Virus Flu Burung dengan Fatalitas Tinggi dan Rendah
Virus subtipe H5 dan H7 adalah Virus Flu Burung. Virus Avian Flu dapat diklasifikasi kedalam Virus yang Fatalitas Tinggi (HPAI) dan Virus yang Fatalitas Rendah (LPAI). Pembagian ini berdasar bentuk genetik Virus. Umumnya HPAI dikaitkan dengan tingkat kematian tinggi pada peternakan unggas. Apakah Fatalitas yang Tinggi atau Rendah pada unggas ini berhubungan dengan risiko penularan pada manusia belum diketahui secara pasti.Virus HPAI dapat membunuh 90 - 100% unggas yang terinfeksi, tetapi LPAI menyebabkan sakit ringan atau tanpa gejala pada ayam. Tetapi virus LPAI dapat berubah menjadi HPAI, sehingga wabah Virus H5 atau H7 LPAI seharusnya tetap dimonitor oleh Dinas Peternakan.

Bagaimana Virus Flu Berubah
Cara Berubah pertama ialah "Drift antigenik", dimana Virus berubah sedikit demi sedikit secara terus menerus dalam waktu yang lama. Proses Drift anrigenik menghasilkan virus strain baru yang tidak dapat dikenali oleh antibodi virus yang lama. Sehingga setiap tahun terjadi perubahan strain virus influenza. Ini sebabnya orang dapat terserang Flu beberapa kali, karena virus Flu berubah strainnya secara terus menerus.Sehingga, orang yang ingin divaksinasi Flu harus melakukannya secara teratur setiap tahun.

Cara perubahan lain ialah dengan cara Shift Antigenik, yaitu perubahan yang mendadak pada Virus Flu A, dan menghasilkan Virus Flu A yang baru yang dapat menginfeksi manusia. Virus ini juga mempunyai hemmaglutinin dan Neuroamidase yang tidak teridentifikasi oleh manusia. Dan kalau Virus Flu strain baru ini masuk menginfeksi manusia, dan manusia tidak mempunyai kekebalan atau perlindungan dari strain yang baru, dan virus dapat menyebar dari satu manusia ke manusia lain, terjadilah Wabah Besar yang disebut Pandemi.

Menunggu Lahirnya UUK DIY

Menunggu Lahirnya UUK DIY


Bangaimanakah nasib DIY jika tak memilikiUndang-Undang Keistimewaan (UUK)? Apakah pemerintah pusat memang tidak serius memberikan dukungan terhadap Keistimewaan DIY? Akankah masa depan DIY bias lebih baik dengan dipayungi Undang-Undang Keistimewaan atau tanpa memiliki undang-undang yang khusus?

Demikianlah sejumlah pertanyaan dan pernyataan bernada sinis, pasimistis, namun sekaligus bentuk protes terhadapa sikap pemerintah pusat yang seolah menelantarkan nasib DIY yang hingga kini tidak segera menerbitkan UUK DIY. Bahkan perdebatan tentang UUK DIY, hingga kini tak habis-habis dan seolah tak berujung pangkal, kapan akan berakhir. Kondsi seperti itu, sebenarnya cukup wajar. Sebab status Keistimewaan yang telah disandang DIY sejak negara ini merdeka. Namun ketika waktu berjalan, hingga kini tidak ada kejjelasan, kepastian dan kapan akan lahirnya “Payung Hukum” Keistimewaan “Negara Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadiupaten Pakualaman” yang telah bergabung dalam Negara Republik Indonesia ini. Maka tak heranlah, sejumlah elemen masyarakat DIY, termasuk kalangan kerabat Kraton Yogyakarta pun melakukan “protes” terhadap perlakuan pemerintah pusat terhadapDIY yang “remang-remang” itu. Termasuk Rayi Dalem GBPH H Joyokusuma yang mepertanyakan tidak segera terbitnya UUK DIY.

Bahakan, wakil Ketua Badan Legislasi DPR, Ferry Mursyidan Baldan ketika menghadiri ujian terbuka S3 Akbar Tandjung di UGM beberapa waktu lalu, juga menyatakan keheranannya, mengapa UUK DIY tidak segera lahir. Padahal kini telah ada propinsi yang telah memiliki UUK, seperti DKI Jakarta, Nangroe Aceh Darussalam juga Papua. Ketiga propinsi itu dinilai telah memiliki cirri dan arah yang jelas tentang keistimewaannya. Sedangkan DIY, keistimewaan belum memiliki arah yang jelas

Tak Ditentukan UU
Terlepas mau seperti apa bentuk dan arah UUK DIY, pakar politik sekaligus Dosen Ilmu Pemerintahan dan Universitas Gadjah Mada (UGM) Dr. Purwo Santoso MA menilai, jika eksistensi DIY bukan hanya ditentukan oleh Undang-Undang. Sebab tradisi Istimewa yang sudah menjadi budaya dalam masyarakat. Jadi dalam keistimewaan DIY yang tepenting bukan Undang-Undangnya, tapi kerangka berpikir, tradisi dan cara kerja yang istimewa. Kesimpulan kunci dari keistimewaan DIY adalah ikatan emosi antara raja dan rakyatnya, bukan undang-undangnya. “Kalau ikatan emosi itu masih sama-sama dipelihara misalnya raja masih bsa menunjukkan langkah-langkah kerakyatannya dan masyarakat tetap guyub secara otomatis keistimewaan DIY akan kuat dengan sendirinya dengan ada atau tidaknya undang-undang “Harmoni antara 2 sosok pemimpin (Sultan dan Paku Alam) selalu bisa kompak dan secara bersama menjadi pemimpin yang sesungguhnya. Dirinya optimis, keistimewaan DIY tidak akan pernah habis meski tanpa UU. Persoalam menjadi rumit, ketika keistimewaan direduksi menjadi sekedar pemilihan Gubenur. Sayangnya hal itu yang saat ini justru dilebih-lebihkan terlalu jauh. Pasalnya jika dicermati, keistimewaan yang dimiliki DIY, tidak hanya jatah Sultan menjadi Gubenur dan Paku Alam sebagai Wakil Gubenur. Tapi lebih pada ikatan sosiologis antara pemimpin dengan orang yang dipimpinya.

Pemerintah DKI bisa meloloskan Undang-Undang sebagai daerah khusus karena kekuatan lobi yang dilakukan. Begitu juga dengan Aceh yang bisa memiliki berganing position pada ssat ada GAM. Karena beberapa daerah tersebut memiliki daya paksa seperti daerah yang lain. Hal itu dikarenakan DIY lebih memilih untuk menempuh jalur demokratis bukan jalur paksaan, mau tidak mau harus membayar dalam waktu yang lebih lama.

Anggot Dewan Perwakilan Daerah asal SIY, H. Subardi dan anggota DPRD DIY Heru Wahyu Kismoyo berharap, secara kultural, jika nantinya UUK DIY lahir, hendaknya mampu mempertegas posisi Kraton-Puro Pakualaman sebagai pilar penjaga warisan kebudayaan. Karena itu, sudah sewajarnya, Kraton-Puro Pakualaman harus berani menjauhkan diri dari kepentingan politik dan kekuasaan. Namun harus mampu memposisikan dan berdiri sebagai pusat dan kekuatan pengembangan kebudayaan Jawa. Sehingga tahta Sultan dan Paku Alam sebagai Raja, harus benar-benar bias menjadi artikulasi kepentingan budaya dan kepentingan rakyat. Keberadaan Kraton-Puro Pakualaman harus menjadi hamengku, hamangku dan hamengkoni rakyat.


Sumber : Kedaulatan Rakyat